Belajar dari sebuah Kesuksesan
“You may say I’m a dreamer, but I’m not the
only one.
I hope someday you’ll join us. And the world will be as one.
(‘Imagine’, John Lenon)
I hope someday you’ll join us. And the world will be as one.
(‘Imagine’, John Lenon)
Bisakah kita membayangkan dunia tanpa sosok Walt
Disney? Mungkin kita tidak akan pernah mengenal ikon-ikon lucu seperti Mickey
Mouse, Donald Bebek, Putri Salju, dan sebagainya. Yang jelas, masa kecil kita
tidak lebih indah tanpa kehadiran tokoh-tokoh animasi tersebut. Dengan
tokoh-tokoh itu, Disney mampu mengantarkan kita ke dunia hiburan yang sangat
mempesona. Penuh impian. Bahkan, Disney menjadi salah satu raksasa bisnis dunia
dengan profit $ 1,3 miliar.
Sulit membayangkan emporium bisnis itu dipelopori oleh
seorang manusia rendah hati yang pernah drop out dari sekolahnya, Walt Disney.
Bahkan, dalam hidupnya, Disney mengalami kebangkrutan sampai menguras uangnya
selama empat kali. Membuatnya mengalami bencana keuangan dan guncangan bisnis
yang cukup hebat. Namun, keajaiban terjadi. Walt Disney tidak patah arang. Ia
mampu mengubah tokoh-tokoh binatang di garasi mobilnya menjadi maha bintang
animasi yang luar biasa. Tikus garasi diubah menjadi Mickey Mouse yang
melegenda itu. Keajaiban Disney terletak pada kemampuannya melakukan sebuah
proses yang disebut Imageneering. Istilah ini dikembangkan Walt Disney pada
tahun 1967. Berasal dari kombinasi dua kata, “imagination” dan “engineering.”
Proses imageneering inilah yang menjadi kunci sukses Disney. Strategi kreatif
inilah yang melahirkan produk-produk apik Disney. Ini menjadi urat nadi dari
Research and Development (R&D) mereka.
Kunci imageneering juga terungkap oleh salah satu
tokoh penting di Disney. Menurutnya, ada tiga sisi penting pada Walt Disney
yang muncul ke rapat setiap hari. Ketiganya adalah Si Pemimpi (the dreamer), Si
Perencana nyata (the realist), dan Si Pengkritik (the critic). “Nah, kadang,
kita tidak tahu siapa yang sedang kita temui di meeting saat itu,” katanya.
Nah, bagaimana kita menggunakan jurus ampuh Walt
Disney untuk kesuksesan diri dan bisnis kita? Melalui teknologi modeling dari
NLP (Neuro Linguistic Programming), kita pun mampu mengaplikasikan imageneering
itu dalam diri kita untuk menggapai kesuksesan. Pertama kali dikembangkan oleh
Robert Dilts, proses imageneering pun bisa kita terapkan. Menurut Robert Dilts,
proses ini merupakan kunci penting dalam memecahkan masalah dan mengubah
mimpi-mimpi menjadi kenyataan.
Singkatnya, di dalam diri kita masing-masing, kita
mampu membangunkan ketiga jiwa yang juga dimiliki Disney, yakni the dreamer,
the realist, dan the critic. The dreamer merupakan jiwa kita yang penuh
kreativitas, penuh mimpi dan fantasi. Jangkauan pemikirannya luas. Tidak
terbatasi oleh batas-batas dan kelemahan. Imaginasi terbentang menembus
batas-batas. Tengok saja lirik lagu “Imagine” yang dipopulerkan oleh penyanyi
kondang John Lenon. Lirik lagi ini mengungkapkan diri seorang dreamer sejati.
Kita pun perlu membangunkan jiwa pemimpi yang
memampukan kita menyongsong masa depan dengan optimis. Lalu, ada pula the
realist yang merupakan bagian diri yang bertugas untuk memikirkan secara
membumi, membuat rencana realistis, dan konstruktif. Inilah sang eksekutor yang
akan mengubah mimpi menjadi kenyataan. Ada juga the critic dalam jiwa kita
untuk mengetes dna menguji apa yang sudah direncanakan. The critic juga
menciptakan berbagai skenario baru jika apa yang dipikirkan tidak berjalan
dengan semestinya.
Normalnya, tidak ada orang yang mampu kuat di
ketiga-tiganya. Tapi, untuk menggapai kesuksesan, kita membutuhkan ketiganya.
The realist dan the critic tanpa the dreamer, akan menghasilkan “self
sabotage.” Artinya, jalan di tempat lantaran tidak tahu harus melangkah ke mana
atau terjebak dalam alam pikir normatif. The dreamer dan the critic tanpa the
realist, menghasilkan pertentangan batin luar biasa antara impian dan
kritik-kritik. Sebaliknya, the dreamer dan the realist tanpa the critic
justru akan menghasilkan rencana tanpa antisipasi. Ketiganya harus berjalan
seiring.
Nah, bagaimana kita bisa menerapkan model imageneering
ini untuk pencapaian cita-cita? Paling sederhana, mulailah dengan the dreamer
untuk menggali hasrat inti kita yang paling dalam. Hasrat inti ini menjawab apa
yang kita inginkan dan juga ide-ide yang terbersit untuk segera mewujudkannya.
Salah satu pertanyaan pembantu bagi the dreamer adalah “Seandainya kamu
mempunyai waktu serta sumber daya yang tak terbatas untuk mewujudkan
cita-citamu, apakah ide-ide yang ingin kamu wujudkan?” Selanjutnya, setelah
membuat ide-ide, langkah berikutnya adalah membuat rencana konkret. Inilah
saatnya mengenakan jubah the realist. Logikanya, perlu memperhitungkan waktu,
apa saja yang dibutuhkan, dan langkah-langkah merealisasikan. Langkah terakhir,
mengantisipasi apa yang mungkin menjadi kendalanya. Di sinilah, kita bisa
membuat plan B atau C, seandainya yang kita pikirkan tidak terealisasikan.
Nah, dengan ketiga itu, keajaiban akan muncul dalam
hidup kita. Kita akan mampu mengubah segala mimpi-mimpi menjadi kenyataan.
Dunia mimpi menjadi dunia kenyataan. Dan mimpi akan kesuksesan pun berubah
menjadi kesuksesan secara nyata. Namun memang tak mudah untuk mampu mengubah
mimpi itu menjadi sebuah Goal Setting yang Riil. Kebanyakan kita akan kehabisan
nafas dalam melakukan upaya mengubah itu. Apalagi dunia ini sarat dengan cemooh
dan ejekan bahkan habit menohok kawan seiring atau cari selamat sendiri2.
Semakin banyak sikap Oportunis yang merasuk sebagai virus latent, terjebak pada
sebuah keuntungan pribadi yang instan, atau enggan dalam “melawan Lupa” atas sebuah
persahabatan & pertemanan, dan era “globalisasi UANG adalah SEGALANYA”
telah pula merasuk dalam sumsum Indonesia yang telah kehilangan jati diri
manusia santun ber-etika, sehingga untuk Ber-MIMPI pun tak bisa kita lakukan
secara instan, mapping of dream pun tak mudah dilakukan......try & try....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar