sukses is simple
banyak dari kita mimpikan MENJADI ORANG SUKSES.......
......namun diluar dari kita, ada yang telah menjalani & melakukan PROSES MENJADI ORANG SUKSES..........
...." Sukses tetap dimulai dari satu langkah...MULAI SEKARANG"...........................
......namun diluar dari kita, ada yang telah menjalani & melakukan PROSES MENJADI ORANG SUKSES..........
...." Sukses tetap dimulai dari satu langkah...MULAI SEKARANG"...........................
Selasa, 10 Desember 2013
Dr.Prabowo.PB: "SERTIFIKASI Training".....what apps
Dr.Prabowo.PB: "SERTIFIKASI Training".....what apps: Rentetan Alasan Mengapa Training Soft Skills Bermanfaat Banyak orang berpendapat bahwa, soft skill adalah motivational. Artinya seseo...
"SERTIFIKASI Training".....what apps
Rentetan Alasan Mengapa Training Soft Skills
Bermanfaat
Banyak orang
berpendapat bahwa, soft skill adalah motivational. Artinya seseorang yang
semula tidak bersemangat bekerja, kemudian disertakan ke suatu pelatihan yang
dipimpin oleh seorang motivator terkenal dengan harapan dimotivasi. Dan jika
Anda kebetulan menjadi peserta, Anda tentunya akan terbawa suasana dan menjadi
sangat bersemangat saat itu.
Pernyataan di
atas hanya benar sebagian kecil. Soft skill tidak terbatas pada kemampuan untuk
termotivasi, tetapi lebih-lebih lagi merupakan keterampilan memotivasi diri.
Dalam istilah Neuro-Linguistic Programming (NLP) soft skill merupakan ketrampilan
menggunakan internal representational system secara tepat sehingga kita mampu
berada dalam state (kondisi mental) yang tepat. Hal ini dinyatakan sangat jelas
dalam kalimat presupposition of NLP “there is no unresourceful people only unresourceful
state (tidak ada orang yang tidak berdaya hanya ada orang yang beroperasi
dengan kondisi mental yang tidak berdaya.”
Tidak selamanya
soft-skill tidak terukur, hanya saja umumnya soft skill menjadi landasan
pengaplikasian hard skills. Sebagai contoh menjual sering dianggap sebagai
keterampilan terukur, yaitu hasil penjualannya, misalnya sekian miliar
pertahun. Namun, untuk mencapai hasil tersebut penjual mengaplikasikan soft
skills di antaranya interpersonal skill dan intrapersonal skill.
Interpersonal
skill adalah keterampilan seorang penjual berinteraksi dengan calon pembeli dan
pelanggan, di saat yang sama ia mengaplikasikan soft skill—intrapersonal skill.
Sebagai contoh bagaimana ia secara kecerdasan emosional menghadapi penolakan,
bagaimana ia memompa semangatnya sendiri untuk mengetuk lebih banyak pintu,
menelepon lebih banyak orang dan sebagainya. Di samping itu menjual membutuhkan
keterampilan berkomunikasi dan tentu saja membangun keterampilan ini
mengharuskan orang mempercayai kemampuan diri yang merupakan soft skill.
Mengetahui bagaimana caranya mengoperasikan pesawat telepon merupakan satu hal
namun mengetahui apa yang akan dikatakan dan cara yang tepat mengatakannya
merupakan hal lainnya.
Seorang perawat
tentu saja harus menguasai ilmu keperawatan dan ilmu pengobatan—misalnya. Namun
bagaimana mereka dapat berkonsentrasi penuh dan membuat kinerja tindakan medis
yang trampil & baik, sangat dibutuhkan soft skill seperti motivasi diri,
fokus dan juga kecerdasan emosional.
Bagaimana
dengan seorang supir ambulance? Tentu saja ia harus memiliki ketrampilan
mengendarai mobil & mengetahui kegawatan pasien. Namun ia juga membutuh
soft skill supaya ia dapat berkendara dengan baik dengan tetap memperhatikan
kondisi pasien yang dibawanya, mengantarkan & mengambil/mengevakuasi pasien
sampai tujuan serta termotivasi untuk terus manuver agar tetap melaju berada di
jalanan yang macet. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa, soft skill adalah ketrampilan yang menjadi landasan bagi
hard skill, maka tidak heran orang yang soft skill-nya tidak berkembang
akan mengalami kesulitan mengembangkan hard skill-nya. Dengan demikian hampir
tidak mungkin menguasai suatu keterampilan operasional tanpa memiliki soft
skill.
Banyak
perusahaan dan personal tidak ingin menginvestasikan uang mereka untuk membayar
pelatihan soft skills. Alasan yang sering dikemukakan adalah hasil dari
pelatihan soft skill tidak terukur secara nyata. Selain itu perubahan—kalau pun
ada—bersifat sementara. Sebagai contoh seorang pengusaha yang menghabiskan
puluhan—bahkan ratusan juta rupiah untuk training motivational, menemukan
kenyataan bahwa, staf dan karyawan yang telah mengikuti pelatihan jarang atau
tidak semuanya kembali ke tempat kerja dengan semangat menyala-nyala. Mereka
seperti telah terjangkar dan terjebak dlam monoritmis di lokasi kerja, tidak
bersemangat! Berkeluh-kesah dan tak henti-hentinya menuntut hak-haknya namun
cenderung melalaikan kewajiban-kewajiban.
Jika itu
pendapat Anda, saya sungguh setuju. Terutama bahwa orang bisa terjangkar atau
terasosiasi secara tandem terhadap tempat kerja yang monoritmis sehingga
membosankan serta memicu emosi-emosi negatif, boro-boro bersemangat. Begitu
melihat meja kerja dan tumpukan pekerjaan perasaan enggan mendadak sontak
muncul, semua cerita motivasi tersapu tak bersisa. Sebenarnya keadaan ini
adalah sebuah alasan untuk memberikan training dan meningkatkan soft skills
staf dan karyawan—menciptakan agent of change. Mengapa demikian? Tempat kerja
merupakan aspek lingkungan yang tidak dapat mengubah dirinya guna menyesuaikan
dengan kebutuhan-kebutuhan manusia di dalamnya. Manusialah yang dapat mengubah
persepsinya atau melakukan tindakan bertujuan memengaruhi lingkungan itu.
Perubahan persepsi akan memampukan orang mendisasosiasi dengan lingkungan yang
memberi dampak negatif. Dengan mind set berbeda pekerjaan yang menumpuk di atas
meja dapat dipersepsi ulang sebagai tantangan yang menimbulkan antusiasme untuk
menuntaskannya. Training yang tepat sasaran membantu para peserta menguasai
kemampuan memotivasi diri dan dengan demikian ia akan menjadi kapabel untuk
terus-menerus mempersepsikan sisi-sisi positif bagi dirinya.
Pengusaha lain
berpendapat lain lagi, seseorang yang bersusah-payah mendapatkan pekerjaan
seharusnya selalu termotivasi untuk bekerja keras dan cerdas serta siap seratus
persen untuk menjalankan tugas dalam situasi dan kondisi bagaimanapun. Tidak
perlu lagi ditraining, apalagi soft skill yang hasilnya tidak terukur.
Betul sekali.
Orang yang berani melamar suatu pekerjaan harus konsisten dengan apa yang
pernah dikatakannya pada saat interview bahwa, ia telah memiliki kapabilitas
menjalankan pekerjaan yang ditawarkan kepadanya. Tetapi pada umumnya yang
dimaksud kapabilitas atau kecakapan adalah keterampilan operasional. Supaya
dapat terus-menerus berkinerja maksimal di bidangnya, orang tidak hanya
membutuhkan hard skills, tetapi juga perlu meningkatkan kapabilitas kecerdasan
emosional dan spiritualnya. Maka ini menjadi suatu alasan pentingnya pelatihan soft skills, yakni
meningkatkan kecerdasan emosional dan spritual. Peningkatan ini akan membawa
dampak positif baginya untuk meningkatkan kinerja kerja. Pada gilirannya tentu
saja karyawan tersebut membawa dampak positif pula bagi perusahaan.
Tidak jarang
para pengusaha mengatakan, “Hei, aku sudah menjalankan perusahaan ini selama
puluhan tahun, dan aku tidak pernah memerlukan pelatihan komunikasi, motivasi,
negosiasi atau si-si lainnya. Kalau ada pegawai yang tidak kompeten ya
dikeluarkan saja dan cari lagi. Di luar sana banyak yang nganggur!” Emang gua
pikirin hal soft skill....????
Apa yang
dikemukakan golongan pengusaha ini tak terbantahkan kebenarannya. Namun dengan
tidak mengembangkan interpersonal dan intrapersonal staf dan karyawan, mereka
memiliki kerugian-kerugian di antaranya adalah:
a) Perusahaan berjalan di tempat dan tidak pernah
mencapai puncaknya disebabkan orang-orang yang bekerja di dalamnya juga
berjalan di tempat.
b) Selain itu ongkos yang dikeluarkan untuk memecat dan
merekrut bisa mencekik leher.
c) Praktek ini juga menguras tenaga dan pikiran serta
emosi yang tidak sedikit.
d) Kerugian terbesar yang dapat ditimbulkan cara pandang
dan praktek ini adalah karyawan bintang akan “pergi dengan suka-rela” sementara
yang dead wood (kartu mati) akan bertahan.
e) Jarang ada rekruit baru berkembang sebab mereka
diceburkan ke dalam lingkungan kerja yang tidak sehat. Akhirnya lingkaran setan
terulang lagi, yang berprestasi akan pergi dan yang ‘memble’ bertahan. Maka di
sinilah alasan ketiga mengapa pelatihan soft skills perlu diberikan kepada para
karyawan bintang agar mereka betah sebab merasa menemukan tempat
bertumbuh-kembang dan dibantu untuk menggali potensi diri semaksimal mungkin.
Kelompok
pengusaha lain akan menyanggah pendapat di atas dan mengatakan biasanya
karyawan itu kalau sudah diberi training-training dan dibina akan “terbang” ke
perusahaan lain yang menawarkan gaji dan remunerasi lebih baik. Tetapi bukankah
ini alasan keempat mengapa pelatihan soft skills perlu diberikan sebab membantu
proses penyeleksian? Staf atau karyawan yang tidak loyal pasti akan pergi cepat
atau lambat. Tentunya semakin cepat mereka pergi semakin baik, sebab memberi
perusahaan kesempatan mendapatkan loyalist sejati. Selain itu juga memberikan
alasan lain pentingnya pelatihan soft skills yaitu direksi atau manajemen akan
mendapatkan feedback bahwa, perusahaan belum menjadi perusahaan yang diincar
atau mendapatkan karyawan berkinerja tinggi, masih dibutuhkan peningkatan
sehingga karyawan bintang dapat dipertahankan.
Alasan berikutnya
adalah mengapa training soft skills diperlukan adalah banyaknya keluhan bahwa,
perusahaan—baik manajemen maupun karyawan overload dan tidak memiliki waktu
untuk rekreasi apalagi training. Kan cape setelah bekerja lembur setiap hari
dari Senin hingga Jumat, Sabtu masih harus mengikuti training? Rekreasi saja
lebih enjoy ! Overload menandakan manajemen waktu—sebetulnya manajemen
aktivitas, pendelegasian tugas—yang tidak efektif sedang berlangsung di
perusahaan. Semua orang, mulai dari jenjang paling tinggi hingga OB merasa
kekurangan waktu dan dibebani tugas yang terlalu banyak. Akibatnya hampir
setiap orang mengalami burn-out, berkeluh-kesah, cepat tersinggung dan tidak
peduli pada kepentingan orang lain.
Alasan klise lain
yang dikemukakan untuk tidak memberikan kesempatan kepada staf dan karyawan
mengembangkan diri adalah: TIDAK ADA BUDGET! TIDAK ADA DANA! Bukan hanya tidak
rela mengeluarkan dana untuk training, bahkan banyak perusahaan berusaha
menghindari menyertakan karyawannya dalam program Jamsostek dan dana pensiun.
Sungguh pernyataan di atas—TIDAK ADA BUDGET/DANA—tidak jarang terdengar. Namun
perusahaan yang memahami dan serius dengan semboyan “karyawan adalah aset yang
berharga”, pasti mencadangkan sejumlah dana untuk training. Jadi alasan keenam
pentingnya pelatihan soft skill disebabkan karyawan adalah aset perusahaan yang
sangat penting.
Setelah keenam
alasan di atas, manajemen masih dipersulit oleh kenyataan terlalu banyaknya
lembaga atau perorangan yang menawarkan training; mulai dari motivational
hingga out-bound training. Selain bingung memilihnya juga banyak yang ternyata
kurang kompeten. Tetapi inilah suatu alasan juga untuk membelanjakan uang
perusahaan dan sangat mudah sebenarnya memilih training yang bermutu dengan
harga terjangkau. Banyaknya lembaga atau perorang yang menawarkan training
justru membuka kesempatan bagi dunia usaha untuk memilih yang terbaik di
antaranya. Namun bagaimana caranya? Inilah beberapa saran memilih trainer yang
bermutu.
1. Trainer
berpengalaman di bidang manajemen dan kepemimpinan. Pengalaman demikian
diperoleh melalui bekerja berpuluh tahun di perusahaan dan industri berbeda.
Pengalaman yang luas memampukan seorang trainer memberikan materi yang tepat
guna dan tetap sasaran. Apapun pertanyaan di seputar manejemen sumber daya
manusia, interaksi yang melibatkan penggunaan soft skill dapat dijawabnya
dengan baik.
2. Pendidikan
yang cukup berarti trainer dan tim trainer paling tidak lulus S1 dan lebih baik
lagi lulus S2 dan S3. Latar-belakang pendidikan mungkin tidak berhubungan
dengan bidang pelatihan soft skill yang diberikannya, namun pendidikan di
perguruan tinggi membuat orang dapat berpikir konseptual lebih baik daripada
yang tidak. Tingkat pendidikan tentu saja tidak membuat orang berbeda secara
harkat dan martabat, tetapi seorang trainer atau pelatih tidak cukup
bermartabat saja ia juga harus kapabel berpikir dan mengajarkan hal-hal yang
konseptual.
3. Kredibilitas
seorang trainer. Apakah trainer atau lembaga training memiliki kredibilitas
yang dapat dipercaya? Trainer yang kredibilitas selalu memberikan lebih
daripada yang diharapkan, ia tidak akan memangkas materi dan jam pelatihan
serta tidak menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sulit.
4. Integrasi;
artinya trainer atau lembaga training tersebut melakukan apa yang dikatakannya,
memberikan pelatihan yang tepat sasaran buat perusahaan bukan sekedar
menyampaikan materi yang dikuasainya—kadang-kadang hanya diketahui—saja.
5. Terjangkau;
memang ada harga ada rupa, trainer berpengalaman dan telah memiliki reputasi
baik mengenakan fee yang lebih tinggi, tetapi trainer yang baik mengenakan fee
yang sepantasnya, mungkin saja perusahaan mengeluarkan uang yang banyak, tetapi
mendapatkan nilai-nilai manfaat dan nilai tambah lebih besar lagi.
6. Menguasai
bidang pengembangan sumber daya manusia seperti kecerdasan emosional. Tujuh
tahun terakhir ini banyak sekali trainer yang mengaku dirinya menguasai
Neuro-Linguistic Programming, hipnosis dan segala teknik berbau new age dan
menawarkannya kepada dunia usaha, namun manajemen terutama yang mendapat tugas
mencari trainer atau memilih program training perlu hati-hati. NLP merupakan
bidang pengembangan diri yang luas cakupannya tidak cukup diketahui dan
dijadikan bahan training singkat. Demikian pula hipnosis yang hanya dipelajari
sehari dua hari tidak tepat digunakan untuk mengajari orang lain. Bagaimanapun
trainer merupakan orang luar yang tidak memahami perusahaan Anda sebaik diri
Anda, jadi lakukan interview sebelum mengontrak seseorang untuk pekerjaan
penting.
7. Trainer yang
melakukan riset dan menulis buku. Tentang hal inipun Anda harus jeli, sebab
banyak sekali orang menulis buku dan hal ini tidak secara otomatis menunjukkan
kompetensinya. Bukan hal mustahil menulis buku dari kopas berbagai sumber, dan
tentu saja orang juga dapat membayar orang lain untuk melakukannya.
8.Seringkali
user terjebak dengan alur birokratis hal trainer & lembaga training,
padahal telah jelas regulasi yang mengaturnya, bahwa kecuali taining yang
dianggap kategori kompetensi, maka sebenarnya tak ada regulasi yang mengatur
jelas, bahkan banyak sertifikasi yang sebenarnya secara internasional diakui,
di negeri “rayuan pulau kelapa” tercinta ini justru tidak diakui.
9.Akhirnya
banyak para profesional yang terjebak mencari sekedar selembar kertas yang
penuh dengan konversi satuan kredit profesi (SKP) agar menjadi “gagah & berwibawa”
khususnya menjadi seorang “pegawai negeri” layaknya amtenar para mandor di
jaman kolonial, namun rapuh dalam muatan substansi hard skill, apalagi soft
skill.
Kalimat “sertifikasi”
menjadi gagah dan hingar bingar arogan, namun hanya berakhir dengan selembar
sertifikat, ibarat investasi itu adalah membeli selembar kertas yang penuh cap
dan tanda tangan para “pejabat papan atas”, namun rapuh dalam substansi ilmu
yang tandem.
Tentunya banyak
lagi kriteria-kriteria seorang trainer yang baik. Sangat dianjurkan sebelum
mengundang seseorang lebih baik melakukan pertemuan tatap-muka. Bicarakan
keinginan dan kebutuhan perusahaan lalu amati dengan cermat apakah orang atau
tim tersebut mampu memenuhinya. Amati pula apakah mereka hanya membicarakan apa
yang mereka ketahui atau menawarkan solusi-solusi yang tepat.
Kita
seharusnya menjadi sedih ketika negeri ini bermental “pengemis” yaitu
masyarakat yang enggan bekerja keras, namun ingin secara instan mendapatkan
bertumpuk-tumpuk RUPIAH. Kategori pengemis adalah mulai dari asongan di
perempatan lampu merah, stasiun, terminal bis, atau sudah punya warung kaki
lima di pasar serta beberapa pusat keramaian, bahkan sampai di tataran yang
memiliki kantor bergengsi dengan stelan jas dan berdasi, bahkan memiliki label “pejabat”,
namun akhirnya semua akan kena batunya, tinggal berbeda dalam instansi yang
akan menggiring dan mencekik lehernya. Kalau klas asongan ya dibawah depsos
yang membina, klas kaki lima ditambah bantuan satpol yang menertibkan, kalau
kelas yang berkantor, maka KPK yang menjadi algojo akhir. Hal ini dilatih
dengan gaya ikut pelatihan namun hanya berharap selembar sertifikat agar
dikatakan telah tersertifikasi.....
Nah....
Soft skill is never die... disitulah
muncul serta nampak perannya...
Selasa, 19 November 2013
Dr.Prabowo.PB: SEJAWAT DOKTER MOGOK MASAL SERENTAK NASIONAL
Dr.Prabowo.PB: SEJAWAT DOKTER MOGOK MASAL SERENTAK NASIONAL: Press Release PB POGI, PB IDI dengan Media Massa Kita Semua terkejut mendengar kabar di tahannya Sejawat kita oleh Kejaks...
SEJAWAT DOKTER MOGOK MASAL SERENTAK NASIONAL
Press Release PB POGI, PB IDI dengan Media Massa
Kita Semua terkejut mendengar kabar di tahannya Sejawat kita oleh Kejaksaan Agung yang sampai saat ini masih ramai diberitakan dimedia massa, telah timbul berbagai macam penafsiran baik yang benar maupun yang tidak benar tentang kasus tersebut. Apalagi dengan kalimat-kalimat "dokter Malpraktek" ditakutkan akan menyebabkan salah persepsi didalam masyarakat tentang profesi kedokteran. Didalam hubungan dokter dengan pasien berlaku hubungan kerjasama dan tidak pernah menjanjikan hasil, tetapi suatu upaya dengan kaedah-kaedah profesional.Untuk itu PB POGI merasa perlu untuk menjelaskan bagaimana sebenarnya tentang profesi kedokteran tersebut, khususnya bidang kebidanan dan kandungan. Selain itu masyarakat juga perlu tahu bagaimana sebenarnya duduk perkara yang menimpa sejawat kita tersebut. Pada tanggal 11 November 2013 Jam 15.00 WIB telah dilangsungkan Conferensi Pers yang Alhamdulilah juga dihadiri oleh Ketua PB IDi dan Ketua Bidang Pembelaan dan Pembinaan Anggota.
Dari PB IDI dihadiri oleh :
- Ketua PB IDI dr. Zainal Abidin,M.H
- Ketua Divisi Pembelaan Anggota Biro Hukum / Pembinaan dan Pembelaan Anggota : dr. H. N. Nazar, SpB.M.H
- Ketua PB POGI : dr. Nurdadi Saleh, SpOG
- Sekretaris Jenderal : dr. Ari Kusuma, SpOG
- Ketua Bidang Ilmiah : dr. Andon Hestiantoro, SpOG (K)
- Ketua P2KB Pusat dan Koordinator Website : dr. Irsyad Bustamam, SpOG
dari Media massa dihadiri lebih kurang 20 Media Massa.
Dalam Acara itu dilakukan diskusi dan tanya jawab yang ditanggapi sangat antusias oleh media massa.
Kronologi Kasus yang disampaikan dalam pertemuan tersebut adalah sebagai berikut :
Pesien
Ny. SM 26 Tahun hamil anak ke dua masuk rumah sakit atas rujukan
pukesmas.Pada waktu masuk di diagnosis sebagai anak kedua dan sudah
dalam persalinan kala satu, direncanakan persalinan secara alamiah. Delapan
jam kemudian pasien masuk pada tahap persalinan, kemudian di pimpin
meneran . Tiga puluh menit kemudian pesalinan tidak ada kemajuan dan
timbul tanda-tanda gawat janin di putuskan untuk melakukan bedah Sesar
emergensi.
Pada
waktu sayatan dimulai keluar darah kehitaman(tanda ibu dalam keadaan
kekurangan Ogsigen), bayi berhasil di lahirkan dan sampai saat ini telah
menjadi anak yang sehat. Pasca Operasi pasien memburuk,dua puluh menit
kemudian pasien meninggal.
Tim
dokter ( dr. Ayu, dr. Hendry,dr. Hendi ) dituntut JPU hukuman 10 bulan
penjara. Pengadilan Negeri Manado menyatakan ke tiga terdakwa tidak
bersalah (
bebas murni ), karena salah satu alat bukti yaitu bedah mayat
menyatakan bahwa sebab kematian karena Emboli udara (gelembung udara)
yang ada di bilik kanan jantung jenazah,yang tidak bisa di prediksi dan
di cegah.
Jaksa megajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung, Kasasi di kabulkan.
PB
POGI keberatan atas keputusan ini dengan melayangkan surat ke Mahkamah
Agung. Jawaban MA agar di ajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).
PB POGI juga melayangkan surat ke Jaksaan Agung untuk melakukan penangguhan penahanan ke tiga dokter tersebut.
Dan seperti yang kita ketahui pada hari jum’at tanggal 08/11/2013 telah di tahan oleh ke Jaksaan.
Penjelasan lebih rinci adalah sebagai berikut :
- Pasien Ny. SM 26 tahun G 2 P 1 A 0
- Masuk di RS atas rujukan puskesmas karena riwayat vacum
- Pada waktu masuk didiagnosis sebagai : Hamil anak kedua 40 – 41 minggu, dalam persalinan kala pertama, Janin tunggal hidup letak kepala, Rencana : Persalinan secara alamiah (Partus per vaginam)
- 8 Jam kemudian : Pasien ingin mengejan, Diagnosis persalinan kala II, Sikap : pimpin meneran
- 30 Menit kemudian : Pada pemeriksaan tidak ada kemajuan dan tampak tanda gawat janin (nekonium), Kesan : Partus tak maju dan gawat janin, Sikap : Seksio Cesaria Cito
- 2 Jam kemudian : Operasi dimulai,Saat insisi keluar darah kehitaman,Lahir bayi wanita 4100 gr, NA 1 dan 4,Pasca operasi pasien terus memburuk,20 Menit kemudian pasca operasi pasien meninggal
Tim dokter : dr. Dewa Ayu Sasiary, SpOG,
dr. Hendy Siagian, SpOG
dr. Hendry Simanjuntak, SpOG
oleh JPU dituntut hukuman selama 10 (sepuluh) bulan penjara
Putusan Pengadilan Negeri Manado
No. 90/PID.B/2011/PNMDO menyatakan :
Ketiga terdakwa (3 dokter) bebas dari semua dakwaan (vriysprak)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung
Putusan Mahkamah Agung no. 365/ K/Pid/ 2012 mengabulkan permohonan kasasi JPU.
PB POGI mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung menyatakan keberatan atas keputusan kasasi tersebut berdasarkan :
- Yang bersangkutan dinyatakan bebas murni oleh Pengadilan negeri Manado
- Hasil analisis oleh MKEK Manado dinyatakan bahwa tidak ada kesalahan prosedur.
- Saksi Ahli menyatakan Seksio Sesaria telah dilakukan sesuai dengan standard yang berlaku.
- Yang terpenting hasil otopsi menyatakan bahwa pasien meninggal karena Emboli udara. Yang sangat jarang, tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dicegah.
PB POGI no. 015/KU/VIII/13 tanggal 31 Juli 2013 juga mengajukan surat kepada Kejagung RI untuk Permohonan Penangguhan Penahanan.
Adapun Press Realese sbb :
- Menyatakan adanya penangkapan dokter spesialis kebidanan (dr. A, SpOG) di balikpapan oleh Satgas Kejagung di RS Permata Hati, di Jl. Imam Bonjol No. 1 Balikpapan Kaltim, Jum’at jam 11:00.
- PB POGI dan anggota POGI akan tetap mematuhi aturan hukum yang berlaku.
- PB POGI saat ini sedang berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait, untuk melakukan pendampingan terhadap anggotanya (dr. A, SpOG) untuk tidak tergiring pada opini yang salah pada pihak – pihak yang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak langsung.
- PB POGI tetap berupaya melalui jalur hukum untuk melakukan pembelaan terhadap anggotanya, dengan menjunjung tinggi nilai- nilai kebenaran dan hukum yang berlaku.
Marilah kita sama-sama berdoa agar permasalahan yang menimpa sejawat kita ini dapat segera diselesaikan. dan sejawat kita bisa kembali berkumpul dengan keluarganya.
Selain itu marilah kita semua berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik sebagai salah satu cita-cita luhur dari profesi kita ini.
Salam Sejahtera.
Ketua PB POGI
dr. Nurdadi Saleh, SpOG
Sabtu, 16 November 2013
Dr.Prabowo.PB: Battlefield Advanced Trauma Life Support
Dr.Prabowo.PB: Battlefield Advanced Trauma Life Support: History of Battlefield Advanced Trauma Life Support Following the attendance on one of the American courses by the late Brigadier Ian...
Battlefield Advanced Trauma Life Support
History of Battlefield Advanced Trauma
Life Support
Following
the attendance on one of the American courses by the late Brigadier Ian
Haywood, a former Professor of Military Surgery, the need was identified for a
similar course modified for military requirements. The Department of Military
Surgery at the Royal Army Medical College [now the Royal Defence Medical
College (RDMC)] and the Army Medical Services Training Group [now the Defence
Medical Services Training Centre (DMSTC)] were tasked with devising a course
for the British Army.
Although
the Battlefield Advanced Trauma Life Support (BATLS) Course is about training
doctors for war, there is nothing new in this. Medical officers in former times
had to deal with the injuries of the day - contusions, lacerations, penetrating
wounds and broken bones - and under the primitive conditions prevailing at the
time.
The Modern Era
Today’s
medical services still have to deal with similar wounds, but they also have to
contend with injuries produced by modern weapons - including not only gunshot
wounds, but more importantly,multiple injuries produced by fragments with relatively
high velocities and capable of
J
R Army Med Corps 2000; 146: 110-114
BATLS
Battlefield Advanced Trauma Life Support (BATLS)
Fragments
and bullets
Bombs,
shells, grenades and other explosive devices, cause death and injury due to
victims being hit by primary and secondary fragments and due to the effects of blast.
In older weapons, primary fragments were derived from the weapon casing and, as
such, had wide variation in size, shape and weight. These weapons produced Random
fragmentation and producing high energy-transfer wounds. They also have the
problems of the effects of blast and the horrors of extensive burns.
Modern
fragmentation amunitions are designed to deliver many hundreds of preformed
fragments of different types. These fragments are much more uniform in size,
shape and weight. Examples include, the pre-notched wire in a hand grenade,
flechets in bomblets and etched plates in shells and mortar bombs. These
weapons are referred to as improved (pre-formed) fragmentation devices Improved
fragmentation devices are designed not to increase lethality but, to increase
the likelihood of a hit. In fact, the lethality has fallen. The concept of the
use of these weapons is a simple one: increase the likelihood of a hit, generate
more enemy casualties and choke his logistic evacuation chain. The same concept
also applies when these weapons are used by the enemy against friendly forces!
Table
1-1 Lethality of penetrating missiles
Type
Lethality
Random
fragmentation 1 in 5 (Shell)
devices
1 in 10 (Grenade)
Improved
(Pre-formed) 1 in 7 (Shell)
Fragmentation
devices 1 in 20 (Grenade)
Military
bullet 1 in 3
Early
rifle bullets depended on their mass and shape in order to produce injury, velocity
was less important. For modern rifle and machine gun bullets, mass has fallen considerably
but velocity risen dramatically. Given that the energy of a missile is derived from
the formula 1/2JMV2 [M = mass, V =
velocity],
this means the available energy in a modern military bullet has risen several
fold.
Dr.Prabowo.PB: TRAUMA CAPITIS
Dr.Prabowo.PB: TRAUMA CAPITIS: TINJAUAN TEORI A. Definisi Cedera Kepala Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala hingga tengkorak (Cranium da...
Selasa, 12 November 2013
TRAUMA CAPITIS
TRAUMA CAPITIS: TINJAUAN TEORI A. Definisi Cedera Kepala Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala hingga tengkorak (Cranium da...
TRAUMA CAPITIS
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Cedera Kepala
Cedera
kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala hingga tengkorak (Cranium
dan bagian bawah). Namun penggunaan istilah cedera kepala (head injury) ini biasanya berkaitan dengan cedera yang mengenai
tengkorak atau otak atau keduanya (Hickey, 2003). Defenisi lain menurut
nasional institude of neurological
disorder and strok, cedera kepala atau yang sinonim dengan brain
injuri/head injuri/traumatic brain injuri, adalah cedera yang mengenai kepala
atau otak (atau keduanya) yang terjadi ketika trauma mendadak menyebabkan
kerusakan pada otak.
Anatomi dan
Fisiologi Kepala
1. Kulit Kepala
Kulit
kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin
atau kulit, connective tissue atau jaringan
penyambung, aponeurosis atau galea
aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan
penunjang longgar dan pericranium.
2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah
(kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang
yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio
temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3
fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis
dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
3. Meningen
Selaput meningen
menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
a.
Duramater
Duramater secara konvensional
terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura
mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang
melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput
arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang
terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan
subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging
Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri
meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang
epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada
arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis (fosa media).
b.
Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid
merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak
antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak.
Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium
subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi
oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan
akibat cedera kepala.
c. Piamater
Piamater melekat
erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang
dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling
dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
4. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin
yang mana berat pada orang dewasa sekitar 1,4 kg. Otak terdiri dari beberapa
bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon,
mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari
pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi
otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi,
fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan
fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori
tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang
berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat
kardiorespiratorik. Serebelum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan.
5. Cairan
serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan
oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS
mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel
III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi
ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid
sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan
intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar
150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
6. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh
dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi.
Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat
tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke
dalam sinus venosus cranialis
B. Etiologi
Penyebab cedera kepala dapat
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Trauma oleh benda tajam
Seperti luka karena peluru,
benda tajam menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal.
2. Trauma oleh benda tumpul
Menyebabkan cedera menyeluruh (difus) kerusakan terjadi
ketika kekuatan diteruskan ke subtansi otak, dimana energi diserap oleh lapisan
pelindung yaitu rambut, kulit kepala dan tengkorak, sehingga menyebabkan
kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan kejaringan otak.
C. Tipe dan Tingkatan Cedera Kepala
1. Cedera kepala ringan :
-
Klien bangun dan mungkin bisa berorientasi
-
GCS (13-15)
-
Kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit
-
Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hamatom
2. Cedera kepala sedang
- Klien mungkin konfusi/samnolen, namun tetap mampu untuk
mengikuti perintah sederhana
- GCS (9-12)
- Hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi <
24 jam
- Dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan
3. Cedera kepala berat
-
Klien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana
karena gangguan kesadaran
-
GCS (3-8)
-
Kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam
-
Mengalami kontusio serebral, laserasi, hematoma
intrakranial.
D. Patofisiologi Cedera kepala
Kerusakan otak dapat diakibatkan cedera primer atau cedera sekunder pada
kepala. Pada cedera primer kerusakan otak akibat trauma itu sendiri, sedangkan
pada cedera sekunder kerusakan pada otak merupakan akibat dari pembengkakan
(swelling), perdarahan (hematom), infeksi, hipoksia cerebral, atau iskemia yang
terjadi setelah cedera primer. Cedera
sekunder dapat terjadi dalam waktu yang cepat, dalam hitungan jam dari
terjadinya cedera primer (Lemote & Burke, 2000). Selanjutnya dalam uraian patofisiologi ini akan dideskripsikan beberapa hal
meliputi terjadinya penurunan oksigen dan glukosa kedalam otak, perubahan PH
didalam otak dan gangguan elektrolit didalam otak.
1. Penurunan oksigen dan glukosa otak
Neuron membutuhkan suplai nutrien dalam bentuk glukosa dan oksigen secara
konstan dan sangat rentan terhadap cedera metabolik apabila suplai nutrien
tersebut terhenti. Jika suplai ini terganggu, maka sirkulasi serebral dapat
kehilangan kemampuannya untuk meregulasi ketersediaan volume darah dalam
sirkulasi, dan menyebabkan terjadinya iskemia pada area tertentu didalam otak
(Lemone & Burke, 2000). Hal serupa juga dikatakan price and wilson (2006) bahwa otak merupakan
jaringan yang paling banyak memakai energi terutama berasal dari proses
metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan
dan kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah konstan. Metabolisme otak merupakan
proses tetap dan kontinyu, tanpa ada masa istirahat. Bila aliran darah terhenti
selam 10 menit saja, maka kesadaran mungkin akan hilang dan penghentian dalam
bebrapa menit saja dapat menimbulkan kerusakan irreversibel. Hipoglikemi yang
berkepanjangan juga dapat merusak jaringan otak. Sementara itu iskemia dan hipoksia adalah dua mekanisme yang dapat menyebabkan kerusakan irreversibel pada otak. Iskemia menunjukkan adanya penurunan pada aliran darah otak. Penurunannya dapat fokal atau global atau bisa bersifat komplit dan inkomplit. Iskemia global melibatkan semua jaringan otak sedangkan iskemia fokal hanya melibatkan sebagian dari jaringan otak. Baik pada iskemia global maupun fokal perfusi dapat hilang secara komplit. Iskemia global yaitu terhentinya sirkulasi secara total, sedangkan yang komplit berada dalam rentangan antara perfusi yang menurun dan berhentinya sirkulasi secara total. Tanda-tanda patologis dari penurunan aliran darah otak dapat dideteksi apabila aliran menurun dibawah 25-30 ml/min/100 gr jaringan otak, namun demikian kompensasi biasanya terjadi. Apabila aliran darah turun dibawah level tersebut maka ambang iskemia yang pasti bervarisi diantara pasien dan tergantung pada banyak faktor (seperti : riwayat trauma sebelumnya, usia, dan medikasi). Berbeda dengan iskemia (penurunan aliran darah otak), hipoksia menunjukkan adanya penurunan pengiriman oksigen. Pengiriman oksigen dapat menurun akibat berbagai sebab seperti hipoksi anamic, penuran kardiak output (hipoksia dan iskemia), dan keracunan karbon monoksida (hipoksia anoksic). Secara klinik hipoksia dan iskemia lebih sering terjadi bersamaan. Jika terjadi kegagalan aliran darah ke otak akan mengakibatkn kecukupan oksigen untuk otak berkurang sehingga terjadi vasodilatasi melalui mekanisme autoregulasi, meskipun aliran darah berubah sedikit saja sampai tekanan PaO2 menurun sampai 50 mmHg. Sel yang hipoksia akan menghasilkan asam laktat, hal ini menyebabkan peningkatan aliran darah otak. Mekanisme asam laktat ini lebih rendah dari pada mekanisme regulasi CO2 dan H+ dalam peningkatan aliran darah otak.
2. Perubahan pH didalam otak
Respon terutama axon terhadap cedera adalah gagal dalam melakukan
glikolisis aerobic, memproduksi phosfokretin, mengaktivasi fungsi seluler
energi tinggi, dan memproduksi ATP. Kegagalan glokolisis aerobic meningkatkan
produksi asam laktat dan menurunkan PH intrasell mengakibatkan asidosis
seluler.
3.
Gangguan elektrolit diotak
Dengan kegagalan produksi ATP, pompa sodium potasium tidak mampu lama
mempertahankan / memelihara keseimbangan homeostatik ion-ion intrasel
(konsentrasi kalium di intrasel dan natrium dieksrasel tinggi). Akibatnya
adalah kalium ekstrasel meningkat, karena kalium diintrasel keluar ke ekstrasel
sehingga terjadi edema (Hickey, 2003). Hilangnya homeostasis kalsium ini dapat menghambat metabolisme sel. Lebih
lanjut keadaan ini menyebabkan meningkatnya pemecahan protein dan ipid,
meningkatkan pemecahan membran sel dari hidrolisis phofolipid dan produksi
toksin (berupa eicosanoid, pletelit aktivating faktor, dan radika bebas). Secara
bersamaan setelah trauma terjadi pula kegagalan energi seluler yang berat
menyebabkan peningkatan mencolok kadar extraselluler exitatory
neurotransmiter (EEN) seperti asam amino eksitatori (exitatori amino
acid/EAA) yaitu glutamat, aspartat dan acetilkolin amine. Komponen EEA
ini diyakini mencederai, mengurangi energi dan mendepolarisasi sel-sel neural.
4. Proses inflamasi yang terjadi di otak
Ruang intrakranial adalah ruang kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya
dengan unsur yang tidak dapat ditekan yaitu otak (1400 gr), cairan
serebrospinal (lebih kurang 75 ml) dan darah ( 75 ml). Peningkatan volume salah
satu diantara ketiga unsur ini mengakibatkan desakan pada ruangan yang
ditempati oleh unsur lainnya dan meningkatkan tekanan intrakranial. Peningkatan
TIK tidak hanya dijumpai setelah cedera kepala saja, tetapi mempunyai penyebab
lainnya. Ada mekanisme kompensasi yang bekerja bila satu dari 3 elemen intrakranial
membesar melampui proporsi normal. Proses ini sangat penting untuk
mempertahankan TIK normal yang juga
berarti mempertahankan integritas otak. Perubahan konpensatoris meliputi
pengalihan cairan serebrospnal kerongga spinal, peningkatan aliran vena dari
otak sedikit tekanan pada jaringan otak. Tumor, cedera otak, edema, obstruksi aliran cairan serebrospinal,
semuanya berpartisipasi dalam peningkatan TIK. Mekanisme kompensasi mejadi
tidak efektif bila menghadapi peningkatan TIK yang serius dan berlangsung lama.Edema otak merupakan penyebab yang lazim pada peningkatan TIK, selain itu penyebab lain adalah peningkatan Cairan ektrasel, hipoksia, ketidakseimbangan cairan elektrolit, iskemia cerebral dan meningitis. Iskemia yang timbal merangsang pusat vasomotor sehingga tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardi dan pernapasan menjadi lebih lambat. Mekanisme kompensasi ini dikenal sebagai refleks cushing, membantu mempertahankan aliran darah keotak. Akan tetapi menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu meningkatkan tekanan intrakranial. Jadi tekanan darah sistemik terus akan meningkat sebanding dengan peningkatan tekanan intrakranial. Walaupun pada akhirnya dicapai suatu titik ketika tahanan intrakranial melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak terhenti yang mengakibatkan kematian otak. Pada umumnya kejadian ini didahului oleh tekanan darah arteria yang cepat menurun (Price & wilson, 2006).
E. Manifestasi
Klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur
kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung,
faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva,memar
diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral (
cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari
hidung).
4. Laserasi
atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan
kesadaran.
6. Pusing
/ berkunang-kunang.
7. Absorbsi
cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan
TIK
9. Dilatasi
dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
10. Peningkatan
TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
F. Komplikasi
1. Kejang pasca trauma. Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %, terjadi di awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10.
2. Demam dan mengigil : Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolism dan memperburuk “outcome”. Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi, efek sentral. Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muscular paralisis. Penanganan lain dengan cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid.
3. Hidrosefalus:
Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non komunikan. Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera kepala dengan obstruksi, Hidrosefalus non komunikan terjadi sekunder akibat penyumbatan di sistem ventrikel. Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil udema, dimensia, ataksia, gangguan miksi.
4. Spastisitas :
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi pada UMN. Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan ditujukan pada : Pembatasan fungsi gerak, Nyeri, Pencegahan kontraktur, Bantuan dalam posisioning.Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan ROM, terapi sekunder dengan splinting, casting, farmakologi: dantrolen, baklofen, tizanidin, botulinum, benzodiasepin
5. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral. Penanganan farmakologi antara lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodisepin dan terapi modifikasi lingkungan.
6. Mood, tingkah laku dan kognitif
Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons Ford,menunjukkan 2 tahun setelah cedera kepala masih terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk problem daya ingat pada 74 %, gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi 62%.
7. Sindroma post kontusio
Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama: Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif terhadap suara dan cahaya, kognitif: perhatian, konsentrasi, memori,
Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil.
G. Test Diagnostik
1. Foto tengkorak : mengetahui adanya fraktur tengkorak
(simple, depresi, kommunit), fragman tulang.
2. Foto servikal : mengetahui adanya fraktur sevikal
3. CT. Scan : kemungkinan adanya subdural hematom,
intraserebral hamtom, keadaan ventrikel
4. MRI : CT Scan
5. EEG
6. lumbal puncti
7. Pemeriksaan darah : Hb, Ht, trombosit, elektrolit
Manajemen keperawatan
1. Monitor respirasi: posisi, intubasi, bebaskan jalan napas,section, monitor keadaan
ventilasi, pemeriksaan AGD, berikan oksigen jika perlu
2. Monitor status intracranial: respon, dan orientasi,
TTV, pupil, fungsi motorik sensorik, observasi status neurologik.
3. Atasi shok bila ada
4. Keseimbangan cairan dan elektrolit
H. Penatalaksanaan Medis
1. Diuretik : untuk mengurangi edema serebral misalnya
monitol 20%, furosemid, lasix
2. Antikonvulsan : untuk menghentikan kejang, misalnya
dengan dilantin, tegretol, valium
3. Kortikosteroid : untuk menghambat penghentian
edema, ex: deksametason
4. Antagonis histamine : mencegah terjadinya iritasi
lambung karena hipersekresi akibat efek trauma kepala, ex: ranitidine,
cemetidin
5. Antibiotic jika terjadi luka yang besar.
Prinsip
Penatalaksanaan Pasien Cedera Kepala di IGD
Pertolongan pertama dari penderita dengan cedera
kepala meliputi, anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan
stimultan. Pemeriksaan fisik meliputi Airway, Breathing, Circulation,
Disability, expsoure.
1. Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas
stabil, dengan cara kepala miring, buka mulut, bersihkan muntahan darah, adanya
benda asing. Perhatikan tulang leher, immobilisasi, cegah gerakan
hiperekstensi, hiperfleksi ataupun rotasi, Semua penderita cedera kepala yang
tidak sadar harus dianggap disertai cidera vertebrae cervikal sampai terbukti
tidak disertai cedera cervical, maka perlu dipasang collar barce. Jika sudah
stabil tentukan saturasi oksigen, minimal saturasinya diatas 90 %, jika tidak,
usahakan untuk dilakukan intubasi dan support pernafasan.
2. Setelah jalan nafas bebas, sedapat mungkin
pernafasannya (Breathing) diperhatikan frekwensinya normal antara 16 – 18
X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas
buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO2
antara 28 – 35 mmHg karena jika lebih
dari 35 mm Hg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema
serebri. Sedangkan jika kurang dari 20 mm Hg akan menyebabkan vasokonstriksi
yang berakibat terjadinya iskemia. Periksa tekanan oksigen (O2) 100 mm Hg, jika
kurang beri oksigen masker 8 liter /menit.
3. Pada pemeriksaan sistem sirkulasi, periksa denyut
nadi/jantung, jika (tidak ada) lakukan resusitasi jantung, Bila shock (tensi < 90 mm Hg nadi
>100x per menit dengan infus cairan
RL, cari sumber perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala single pada
orang dewasa hampir tidak pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock pada
cidera kepala meningkatkan angka kematian 2x.
4. Pada pemeriksaan disability/ kelainan kesadaran,
pemeriksaan kesadaran memakai glasgow coma scale, Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta
catat reaksi terhadap cahaya langsung maupun tidak langsung, Periksa adanya
hemiparese/plegi, Periksa adanya reflek patologis kanan kiri, Jika penderita
sadar baik, tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya
aphasia.
5. Pada pemeriksan exposure, perhatikan bagian tubuh
yang terluka, apakan ada jejas atau lebam pada tubuh akibat benturan.
6. Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru
dilakukan survey yang lain dengan cara melakukan sekunder survey/ pemeriksaan
tambahan seperti skull foto, foto thorax, foto pelvis, CT Scan dan pemeriksaan
ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan seksama) (ATLS , 1997).
Efek yang terjadi jika pasien cedera kepala tidak
ditangani dengan baik di IGD
Pasien yang mengalami cedera kepala, cenderung
mengalami masalah yang komplit karena akan terjadi masalah pada otak dan saraf.
Penyebab kematian atau kecacatan yang dapat terjadi apabila pasien cedera
kepala tidak mendapatkan pertolongan yang benar pada saat kegawat daruratan
yaitu :
1. Keterlambatan dalam penanganan jalan nafas dan
pernafasan yang disebabkan oleh obstruksi benda asing, perdarahan, sekret dan
muntah.
2. Keterlambatan resusitasi primer terhadap hipoksia,
hipercarbia dan hipotensi yang disebabkan oleh perdarahan.
3. Infeksi kranioserebral. Cedera ganda memiliki
masalah kompleks dan menyebabkan kematian dua kali cedera tunggal. Kelainan
neurologis menunjukkan disfungsi otak berat. Pasien diatas 50 tahun bisa
mengalami komplikasi intrakranial akibat cedera minor.
A Apakah ada defisit neurologist, seperti: afasia, disatria, efek memori, kejang
P Penurunan psikologis: hilang rasa mallu, emosi labil, melawan, agresif, perilaku tidak sesuai, penurunan kognitif.
Pengkajian status cairan
Masalah
yang timbul di IGD terkait cedera kepala
Asuhan
Keperawatan
Pengkajian
Riwayat kesehatan:
-
Kapan cedera terjadi
-
Apa penyebab: objek yang membentur
kepala atau kepala yang membentur objek
-
Dari mana arah dan kekuatan benturan
-
Apakah disertai kehilangan kesadaran,
berapa lama, dapatkan klien dibangunkan
-
Apakah disertai muntah/mual dan sakit
kepala.
Pengkajian responsivitas dan kesadaran
-
Menggunakan GCS
Pemantauan Tekanan Intra Cranial
-
Digunakan untuk mengkaji status
intracranial
-
Kompresi intracranial: nadi dan
pernapasan cepat, TD turun
-
Hipertermi menggambarkan kerusakan
batang otak
-
Takikardi dan hipotensi indikasi adanya
perdarahan internal
Pengkajian pola pernapasan
- Batang otak mengatur automatisasi,
frekuensi dan irama pernapasan dan hemisfer serebral
mengatur control otot volunter pernapasan.
- Pusat pernapasan mengalami cedera akibat
trauma langsung, hipoksia atau interupsi aliran darah
- Menimbulkan hipoventilasi, napas dangkal
bahkan bias gagal napas: apnea
- Pola napas cheynes stokes terjadi akibat
hilangnya control hemisfer serebral
Pengkajian fungsi motorik
- Kaji koordinasi dan kekuatan otot
- Gerakan spontan
- Kemampuan menelan
- Kemampuan komunikasi dan kualitas bicara
- Membuka mata secara spontan
- Ukuran serta kualitas pupil serta reaksi
terhadap cahaya: respon yang buruk indikasi peningkatan
TIK
- Eliminasi, urin, defekasi
Pengkajian deficit neurologist dan
psikologis
Apakah ada paralysis saraf fokal, misalnya:
anomia (tidak dapat menghidu), gerakan mata abnormal. A Apakah ada defisit neurologist, seperti: afasia, disatria, efek memori, kejang
P Penurunan psikologis: hilang rasa mallu, emosi labil, melawan, agresif, perilaku tidak sesuai, penurunan kognitif.
Pengkajian status cairan
-
Ukur intake dan output cairan, perbahan
berat badan
-
Elastisitas kulit dan membran mukosa
-
Cegah dehidrasi dan kelebihan volume
cairan
-
Jika mendapat terapi diuresis: resiko
dehidrasi
Diagnosa keperawatan
Tidak
efektifnya pola napas: b/d kerusakan neuromuscular, control mekanisme
ventilasi, komplikasi pada paru-paru,Gangguan
perfusi jaringan serebral b/d kerusakan aliran darah otak sekunde edema
serebri, hematom, Gangguan
rasa nyaman: nyeri b/d trauma kepala
Resiko
tinggi infeksi b/d jaringan trauma, kulit rusak.
DAFTAR PUSTAKA
Budi, R. (2005). Profil penderita cedera
kepala di unit gawat darurat (ugd) sebuah rumah
sakit di jakarta, januari - juni 2005. Diperoleh tanggal 29 September 2010 dari http://asic.lib.unair.ac.id/journals/abstrak/DAMIANUS%205%202%202006%20%3B%20Budi%20%3B%20Profil%202.pdf
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (1999). Rencana
asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Hickey, J.V. (2003). The practise of neurological and neurosurgical
nursing. Philadelphia: Lippincott.
Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis volume 2.
Jakarta: EGC.
Irwana, O. (2009).
Cedera Kepala. Diperoleh tanggal 29 September 2010 dari http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/05/cedera_kepala_files_of_drsmed_fkur.pdf
Lemone, P.,& Burke, K. (2000). Medical-surgical nursing: Critical
thinking in client care. (4th ed.).
Upper Saddle River , NJ : Prentice Hall.
Mansjoer, A.
(2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapies. FKUI
Price, S. A & Wilson. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis
proses-proses penyakit Vol. 2 Ed. 6. Jakarta: EGC.
Robert, P. (1996). Pengkajian fisik keperawatan. Jakarta:
EGC.
Sakti, R. W. (2009). Hubungan
antara derajat cedera kepala berdasarkan glasgow coma scale (gcs) dengan
keluhan nyeri kepala pasca trauma pada pasien cedera kepala di
rumah sakit pku muhammadiyah
karanganyar. Diperoleh tanggal 29
September 2010 dari http://etd.eprints.ums.ac.id/6353/2/J500050027.pdf
Langganan:
Postingan (Atom)