sukses is simple

banyak dari kita mimpikan MENJADI ORANG SUKSES.......
......namun diluar dari kita, ada yang telah menjalani & melakukan PROSES MENJADI ORANG SUKSES..........

...." Sukses tetap dimulai dari satu langkah...MULAI SEKARANG"...........................

Selasa, 10 Desember 2013

Dr.Prabowo.PB: "SERTIFIKASI Training".....what apps

Dr.Prabowo.PB: "SERTIFIKASI Training".....what apps: Rentetan Alasan Mengapa Training Soft Skills Bermanfaat Banyak orang berpendapat bahwa, soft skill adalah motivational. Artinya seseo...

"SERTIFIKASI Training".....what apps



Rentetan Alasan Mengapa Training Soft Skills Bermanfaat
Banyak orang berpendapat bahwa, soft skill adalah motivational. Artinya seseorang yang semula tidak bersemangat bekerja, kemudian disertakan ke suatu pelatihan yang dipimpin oleh seorang motivator terkenal dengan harapan dimotivasi. Dan jika Anda kebetulan menjadi peserta, Anda tentunya akan terbawa suasana dan menjadi sangat bersemangat saat itu.
Pernyataan di atas hanya benar sebagian kecil. Soft skill tidak terbatas pada kemampuan untuk termotivasi, tetapi lebih-lebih lagi merupakan keterampilan memotivasi diri. Dalam istilah Neuro-Linguistic Programming (NLP) soft skill merupakan ketrampilan menggunakan internal representational system secara tepat sehingga kita mampu berada dalam state (kondisi mental) yang tepat. Hal ini dinyatakan sangat jelas dalam kalimat presupposition of NLP “there is no unresourceful people only unresourceful state (tidak ada orang yang tidak berdaya hanya ada orang yang beroperasi dengan kondisi mental yang tidak berdaya.”
Tidak selamanya soft-skill tidak terukur, hanya saja umumnya soft skill menjadi landasan pengaplikasian hard skills. Sebagai contoh menjual sering dianggap sebagai keterampilan terukur, yaitu hasil penjualannya, misalnya sekian miliar pertahun. Namun, untuk mencapai hasil tersebut penjual mengaplikasikan soft skills di antaranya interpersonal skill dan intrapersonal skill.
Interpersonal skill adalah keterampilan seorang penjual berinteraksi dengan calon pembeli dan pelanggan, di saat yang sama ia mengaplikasikan soft skill—intrapersonal skill. Sebagai contoh bagaimana ia secara kecerdasan emosional menghadapi penolakan, bagaimana ia memompa semangatnya sendiri untuk mengetuk lebih banyak pintu, menelepon lebih banyak orang dan sebagainya. Di samping itu menjual membutuhkan keterampilan berkomunikasi dan tentu saja membangun keterampilan ini mengharuskan orang mempercayai kemampuan diri yang merupakan soft skill. Mengetahui bagaimana caranya mengoperasikan pesawat telepon merupakan satu hal namun mengetahui apa yang akan dikatakan dan cara yang tepat mengatakannya merupakan hal lainnya.
Seorang perawat tentu saja harus menguasai ilmu keperawatan dan ilmu pengobatan—misalnya. Namun bagaimana mereka dapat berkonsentrasi penuh dan membuat kinerja tindakan medis yang trampil & baik, sangat dibutuhkan soft skill seperti motivasi diri, fokus dan juga kecerdasan emosional.
Bagaimana dengan seorang supir ambulance? Tentu saja ia harus memiliki ketrampilan mengendarai mobil & mengetahui kegawatan pasien. Namun ia juga membutuh soft skill supaya ia dapat berkendara dengan baik dengan tetap memperhatikan kondisi pasien yang dibawanya, mengantarkan & mengambil/mengevakuasi pasien sampai tujuan serta termotivasi untuk terus manuver agar tetap melaju berada di jalanan yang macet. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa, soft skill adalah ketrampilan yang menjadi landasan bagi hard skill, maka tidak heran orang yang soft skill-nya tidak berkembang akan mengalami kesulitan mengembangkan hard skill-nya. Dengan demikian hampir tidak mungkin menguasai suatu keterampilan operasional tanpa memiliki soft skill.
Banyak perusahaan dan personal tidak ingin menginvestasikan uang mereka untuk membayar pelatihan soft skills. Alasan yang sering dikemukakan adalah hasil dari pelatihan soft skill tidak terukur secara nyata. Selain itu perubahan—kalau pun ada—bersifat sementara. Sebagai contoh seorang pengusaha yang menghabiskan puluhan—bahkan ratusan juta rupiah untuk training motivational, menemukan kenyataan bahwa, staf dan karyawan yang telah mengikuti pelatihan jarang atau tidak semuanya kembali ke tempat kerja dengan semangat menyala-nyala. Mereka seperti telah terjangkar dan terjebak dlam monoritmis di lokasi kerja, tidak bersemangat! Berkeluh-kesah dan tak henti-hentinya menuntut hak-haknya namun cenderung melalaikan kewajiban-kewajiban.
Jika itu pendapat Anda, saya sungguh setuju. Terutama bahwa orang bisa terjangkar atau terasosiasi secara tandem terhadap tempat kerja yang monoritmis sehingga membosankan serta memicu emosi-emosi negatif, boro-boro bersemangat. Begitu melihat meja kerja dan tumpukan pekerjaan perasaan enggan mendadak sontak muncul, semua cerita motivasi tersapu tak bersisa. Sebenarnya keadaan ini adalah sebuah alasan untuk memberikan training dan meningkatkan soft skills staf dan karyawan—menciptakan agent of change. Mengapa demikian? Tempat kerja merupakan aspek lingkungan yang tidak dapat mengubah dirinya guna menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia di dalamnya. Manusialah yang dapat mengubah persepsinya atau melakukan tindakan bertujuan memengaruhi lingkungan itu. Perubahan persepsi akan memampukan orang mendisasosiasi dengan lingkungan yang memberi dampak negatif. Dengan mind set berbeda pekerjaan yang menumpuk di atas meja dapat dipersepsi ulang sebagai tantangan yang menimbulkan antusiasme untuk menuntaskannya. Training yang tepat sasaran membantu para peserta menguasai kemampuan memotivasi diri dan dengan demikian ia akan menjadi kapabel untuk terus-menerus mempersepsikan sisi-sisi positif bagi dirinya.
Pengusaha lain berpendapat lain lagi, seseorang yang bersusah-payah mendapatkan pekerjaan seharusnya selalu termotivasi untuk bekerja keras dan cerdas serta siap seratus persen untuk menjalankan tugas dalam situasi dan kondisi bagaimanapun. Tidak perlu lagi ditraining, apalagi soft skill yang hasilnya tidak terukur.
Betul sekali. Orang yang berani melamar suatu pekerjaan harus konsisten dengan apa yang pernah dikatakannya pada saat interview bahwa, ia telah memiliki kapabilitas menjalankan pekerjaan yang ditawarkan kepadanya. Tetapi pada umumnya yang dimaksud kapabilitas atau kecakapan adalah keterampilan operasional. Supaya dapat terus-menerus berkinerja maksimal di bidangnya, orang tidak hanya membutuhkan hard skills, tetapi juga perlu meningkatkan kapabilitas kecerdasan emosional dan spiritualnya. Maka ini menjadi suatu alasan  pentingnya pelatihan soft skills, yakni meningkatkan kecerdasan emosional dan spritual. Peningkatan ini akan membawa dampak positif baginya untuk meningkatkan kinerja kerja. Pada gilirannya tentu saja karyawan tersebut membawa dampak positif pula bagi perusahaan.
Tidak jarang para pengusaha mengatakan, “Hei, aku sudah menjalankan perusahaan ini selama puluhan tahun, dan aku tidak pernah memerlukan pelatihan komunikasi, motivasi, negosiasi atau si-si lainnya. Kalau ada pegawai yang tidak kompeten ya dikeluarkan saja dan cari lagi. Di luar sana banyak yang nganggur!” Emang gua pikirin hal soft skill....????
Apa yang dikemukakan golongan pengusaha ini tak terbantahkan kebenarannya. Namun dengan tidak mengembangkan interpersonal dan intrapersonal staf dan karyawan, mereka memiliki kerugian-kerugian di antaranya adalah:
a)      Perusahaan berjalan di tempat dan tidak pernah mencapai puncaknya disebabkan orang-orang yang bekerja di dalamnya juga berjalan di tempat.
b)     Selain itu ongkos yang dikeluarkan untuk memecat dan merekrut bisa mencekik leher.
c)      Praktek ini juga menguras tenaga dan pikiran serta emosi yang tidak sedikit.
d)     Kerugian terbesar yang dapat ditimbulkan cara pandang dan praktek ini adalah karyawan bintang akan “pergi dengan suka-rela” sementara yang dead wood (kartu mati) akan bertahan.
e)     Jarang ada rekruit baru berkembang sebab mereka diceburkan ke dalam lingkungan kerja yang tidak sehat. Akhirnya lingkaran setan terulang lagi, yang berprestasi akan pergi dan yang ‘memble’ bertahan. Maka di sinilah alasan ketiga mengapa pelatihan soft skills perlu diberikan kepada para karyawan bintang agar mereka betah sebab merasa menemukan tempat bertumbuh-kembang dan dibantu untuk menggali potensi diri semaksimal mungkin.
Kelompok pengusaha lain akan menyanggah pendapat di atas dan mengatakan biasanya karyawan itu kalau sudah diberi training-training dan dibina akan “terbang” ke perusahaan lain yang menawarkan gaji dan remunerasi lebih baik. Tetapi bukankah ini alasan keempat mengapa pelatihan soft skills perlu diberikan sebab membantu proses penyeleksian? Staf atau karyawan yang tidak loyal pasti akan pergi cepat atau lambat. Tentunya semakin cepat mereka pergi semakin baik, sebab memberi perusahaan kesempatan mendapatkan loyalist sejati. Selain itu juga memberikan alasan lain pentingnya pelatihan soft skills yaitu direksi atau manajemen akan mendapatkan feedback bahwa, perusahaan belum menjadi perusahaan yang diincar atau mendapatkan karyawan berkinerja tinggi, masih dibutuhkan peningkatan sehingga karyawan bintang dapat dipertahankan.
Alasan berikutnya adalah mengapa training soft skills diperlukan adalah banyaknya keluhan bahwa, perusahaan—baik manajemen maupun karyawan overload dan tidak memiliki waktu untuk rekreasi apalagi training. Kan cape setelah bekerja lembur setiap hari dari Senin hingga Jumat, Sabtu masih harus mengikuti training? Rekreasi saja lebih enjoy ! Overload menandakan manajemen waktu—sebetulnya manajemen aktivitas, pendelegasian tugas—yang tidak efektif sedang berlangsung di perusahaan. Semua orang, mulai dari jenjang paling tinggi hingga OB merasa kekurangan waktu dan dibebani tugas yang terlalu banyak. Akibatnya hampir setiap orang mengalami burn-out, berkeluh-kesah, cepat tersinggung dan tidak peduli pada kepentingan orang lain.
Alasan klise lain yang dikemukakan untuk tidak memberikan kesempatan kepada staf dan karyawan mengembangkan diri adalah: TIDAK ADA BUDGET! TIDAK ADA DANA! Bukan hanya tidak rela mengeluarkan dana untuk training, bahkan banyak perusahaan berusaha menghindari menyertakan karyawannya dalam program Jamsostek dan dana pensiun. Sungguh pernyataan di atas—TIDAK ADA BUDGET/DANA—tidak jarang terdengar. Namun perusahaan yang memahami dan serius dengan semboyan “karyawan adalah aset yang berharga”, pasti mencadangkan sejumlah dana untuk training. Jadi alasan keenam pentingnya pelatihan soft skill disebabkan karyawan adalah aset perusahaan yang sangat penting.
Setelah keenam alasan di atas, manajemen masih dipersulit oleh kenyataan terlalu banyaknya lembaga atau perorangan yang menawarkan training; mulai dari motivational hingga out-bound training. Selain bingung memilihnya juga banyak yang ternyata kurang kompeten. Tetapi inilah suatu alasan juga untuk membelanjakan uang perusahaan dan sangat mudah sebenarnya memilih training yang bermutu dengan harga terjangkau. Banyaknya lembaga atau perorang yang menawarkan training justru membuka kesempatan bagi dunia usaha untuk memilih yang terbaik di antaranya. Namun bagaimana caranya? Inilah beberapa saran memilih trainer yang bermutu.
1. Trainer berpengalaman di bidang manajemen dan kepemimpinan. Pengalaman demikian diperoleh melalui bekerja berpuluh tahun di perusahaan dan industri berbeda. Pengalaman yang luas memampukan seorang trainer memberikan materi yang tepat guna dan tetap sasaran. Apapun pertanyaan di seputar manejemen sumber daya manusia, interaksi yang melibatkan penggunaan soft skill dapat dijawabnya dengan baik.
2. Pendidikan yang cukup berarti trainer dan tim trainer paling tidak lulus S1 dan lebih baik lagi lulus S2 dan S3. Latar-belakang pendidikan mungkin tidak berhubungan dengan bidang pelatihan soft skill yang diberikannya, namun pendidikan di perguruan tinggi membuat orang dapat berpikir konseptual lebih baik daripada yang tidak. Tingkat pendidikan tentu saja tidak membuat orang berbeda secara harkat dan martabat, tetapi seorang trainer atau pelatih tidak cukup bermartabat saja ia juga harus kapabel berpikir dan mengajarkan hal-hal yang konseptual.
3. Kredibilitas seorang trainer. Apakah trainer atau lembaga training memiliki kredibilitas yang dapat dipercaya? Trainer yang kredibilitas selalu memberikan lebih daripada yang diharapkan, ia tidak akan memangkas materi dan jam pelatihan serta tidak menghindari pertanyaan-pertanyaan yang sulit.
4. Integrasi; artinya trainer atau lembaga training tersebut melakukan apa yang dikatakannya, memberikan pelatihan yang tepat sasaran buat perusahaan bukan sekedar menyampaikan materi yang dikuasainya—kadang-kadang hanya diketahui—saja.
5. Terjangkau; memang ada harga ada rupa, trainer berpengalaman dan telah memiliki reputasi baik mengenakan fee yang lebih tinggi, tetapi trainer yang baik mengenakan fee yang sepantasnya, mungkin saja perusahaan mengeluarkan uang yang banyak, tetapi mendapatkan nilai-nilai manfaat dan nilai tambah lebih besar lagi.
6. Menguasai bidang pengembangan sumber daya manusia seperti kecerdasan emosional. Tujuh tahun terakhir ini banyak sekali trainer yang mengaku dirinya menguasai Neuro-Linguistic Programming, hipnosis dan segala teknik berbau new age dan menawarkannya kepada dunia usaha, namun manajemen terutama yang mendapat tugas mencari trainer atau memilih program training perlu hati-hati. NLP merupakan bidang pengembangan diri yang luas cakupannya tidak cukup diketahui dan dijadikan bahan training singkat. Demikian pula hipnosis yang hanya dipelajari sehari dua hari tidak tepat digunakan untuk mengajari orang lain. Bagaimanapun trainer merupakan orang luar yang tidak memahami perusahaan Anda sebaik diri Anda, jadi lakukan interview sebelum mengontrak seseorang untuk pekerjaan penting.
7. Trainer yang melakukan riset dan menulis buku. Tentang hal inipun Anda harus jeli, sebab banyak sekali orang menulis buku dan hal ini tidak secara otomatis menunjukkan kompetensinya. Bukan hal mustahil menulis buku dari kopas berbagai sumber, dan tentu saja orang juga dapat membayar orang lain untuk melakukannya.
8.Seringkali user terjebak dengan alur birokratis hal trainer & lembaga training, padahal telah jelas regulasi yang mengaturnya, bahwa kecuali taining yang dianggap kategori kompetensi, maka sebenarnya tak ada regulasi yang mengatur jelas, bahkan banyak sertifikasi yang sebenarnya secara internasional diakui, di negeri “rayuan pulau kelapa” tercinta ini justru tidak diakui.
9.Akhirnya banyak para profesional yang terjebak mencari sekedar selembar kertas yang penuh dengan konversi satuan kredit profesi (SKP) agar menjadi “gagah & berwibawa” khususnya menjadi seorang “pegawai negeri” layaknya amtenar para mandor di jaman kolonial, namun rapuh dalam muatan substansi hard skill, apalagi soft skill.
Kalimat “sertifikasi” menjadi gagah dan hingar bingar arogan, namun hanya berakhir dengan selembar sertifikat, ibarat investasi itu adalah membeli selembar kertas yang penuh cap dan tanda tangan para “pejabat papan atas”, namun rapuh dalam substansi ilmu yang tandem.
Tentunya banyak lagi kriteria-kriteria seorang trainer yang baik. Sangat dianjurkan sebelum mengundang seseorang lebih baik melakukan pertemuan tatap-muka. Bicarakan keinginan dan kebutuhan perusahaan lalu amati dengan cermat apakah orang atau tim tersebut mampu memenuhinya. Amati pula apakah mereka hanya membicarakan apa yang mereka ketahui atau menawarkan solusi-solusi yang tepat.
Kita seharusnya menjadi sedih ketika negeri ini bermental “pengemis” yaitu masyarakat yang enggan bekerja keras, namun ingin secara instan mendapatkan bertumpuk-tumpuk RUPIAH. Kategori pengemis adalah mulai dari asongan di perempatan lampu merah, stasiun, terminal bis, atau sudah punya warung kaki lima di pasar serta beberapa pusat keramaian, bahkan sampai di tataran yang memiliki kantor bergengsi dengan stelan jas dan berdasi, bahkan memiliki label “pejabat”, namun akhirnya semua akan kena batunya, tinggal berbeda dalam instansi yang akan menggiring dan mencekik lehernya. Kalau klas asongan ya dibawah depsos yang membina, klas kaki lima ditambah bantuan satpol yang menertibkan, kalau kelas yang berkantor, maka KPK yang menjadi algojo akhir. Hal ini dilatih dengan gaya ikut pelatihan namun hanya berharap selembar sertifikat agar dikatakan telah tersertifikasi.....
Nah.... Soft skill is never die... disitulah muncul serta nampak perannya...

Selasa, 19 November 2013

Dr.Prabowo.PB: SEJAWAT DOKTER MOGOK MASAL SERENTAK NASIONAL

Dr.Prabowo.PB: SEJAWAT DOKTER MOGOK MASAL SERENTAK NASIONAL: Press Release PB POGI, PB IDI dengan Media Massa Kita Semua terkejut mendengar kabar di tahannya Sejawat kita oleh Kejaks...

SEJAWAT DOKTER MOGOK MASAL SERENTAK NASIONAL


Press Release PB POGI, PB IDI dengan Media Massa

Kita Semua terkejut mendengar kabar di tahannya Sejawat kita oleh Kejaksaan Agung yang sampai saat ini masih ramai diberitakan dimedia massa, telah timbul berbagai macam penafsiran baik yang benar maupun yang tidak benar tentang kasus tersebut. Apalagi dengan kalimat-kalimat "dokter Malpraktek" ditakutkan akan menyebabkan salah persepsi didalam masyarakat tentang profesi kedokteran. Didalam hubungan dokter dengan pasien berlaku hubungan kerjasama dan tidak pernah menjanjikan hasil, tetapi suatu upaya dengan kaedah-kaedah profesional.

Untuk itu PB POGI merasa perlu untuk menjelaskan bagaimana sebenarnya tentang profesi kedokteran tersebut, khususnya bidang kebidanan dan kandungan. Selain itu masyarakat juga perlu tahu bagaimana sebenarnya duduk perkara yang menimpa sejawat kita tersebut. Pada tanggal 11 November 2013 Jam 15.00 WIB telah dilangsungkan Conferensi Pers yang Alhamdulilah juga dihadiri oleh Ketua PB IDi dan Ketua Bidang Pembelaan dan Pembinaan Anggota.

Dari PB IDI dihadiri oleh :

  1. Ketua PB IDI dr. Zainal Abidin,M.H
  2. Ketua Divisi Pembelaan Anggota Biro Hukum / Pembinaan dan Pembelaan Anggota : dr. H. N. Nazar, SpB.M.H
dari PB POGI dihadiri oleh :

  1. Ketua PB POGI : dr. Nurdadi Saleh, SpOG
  2. Sekretaris Jenderal : dr. Ari Kusuma, SpOG
  3. Ketua Bidang Ilmiah : dr. Andon Hestiantoro, SpOG (K)
  4. Ketua P2KB Pusat dan Koordinator Website : dr. Irsyad Bustamam, SpOG
Juga dihadiri oleh Ketua Dep. Obgyn Manado  RS. Kandau : dr. Freedy, SpOG.

dari Media massa dihadiri lebih kurang 20 Media Massa.

Dalam Acara itu dilakukan diskusi dan tanya jawab yang ditanggapi sangat antusias oleh media massa.

Kronologi Kasus yang disampaikan dalam pertemuan tersebut adalah sebagai berikut :



Pesien Ny. SM 26 Tahun hamil anak ke dua masuk rumah sakit atas rujukan pukesmas.Pada waktu masuk di diagnosis sebagai anak kedua dan sudah dalam persalinan kala  satu, direncanakan persalinan secara alamiah. Delapan jam kemudian pasien masuk pada tahap persalinan, kemudian di pimpin meneran . Tiga puluh menit kemudian pesalinan tidak ada kemajuan dan timbul tanda-tanda gawat janin di putuskan untuk melakukan bedah Sesar emergensi.
Pada waktu sayatan dimulai keluar darah kehitaman(tanda  ibu dalam keadaan kekurangan Ogsigen), bayi berhasil di lahirkan dan sampai saat ini telah menjadi anak yang sehat. Pasca Operasi pasien memburuk,dua puluh menit kemudian pasien meninggal.
Tim dokter ( dr. Ayu, dr. Hendry,dr. Hendi ) dituntut JPU hukuman 10 bulan penjara. Pengadilan Negeri Manado menyatakan ke tiga terdakwa tidak bersalah      ( bebas murni ), karena salah satu alat bukti yaitu bedah mayat menyatakan bahwa sebab kematian karena Emboli udara (gelembung udara) yang ada di bilik kanan jantung jenazah,yang tidak bisa di prediksi dan di cegah.
Jaksa megajukan Kasasi Ke Mahkamah Agung, Kasasi di kabulkan.
PB POGI keberatan atas keputusan ini  dengan melayangkan surat ke Mahkamah Agung. Jawaban MA agar di ajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).
PB POGI juga melayangkan surat ke Jaksaan Agung untuk melakukan penangguhan penahanan ke tiga dokter tersebut.
Dan seperti yang kita ketahui pada hari jum’at tanggal 08/11/2013 telah di tahan oleh ke Jaksaan.
Penjelasan lebih rinci adalah sebagai berikut :

  • Pasien Ny. SM 26 tahun G 2 P 1 A 0
  • Masuk di RS atas rujukan puskesmas karena  riwayat vacum
  • Pada waktu masuk didiagnosis sebagai : Hamil anak kedua  40 – 41 minggu, dalam persalinan kala pertama, Janin tunggal hidup letak kepala, Rencana  :  Persalinan secara alamiah (Partus per vaginam)
  • 8 Jam kemudian : Pasien ingin mengejan, Diagnosis  persalinan kala II, Sikap :  pimpin meneran 
  • 30 Menit kemudian :   Pada pemeriksaan  tidak ada kemajuan dan tampak tanda gawat janin (nekonium), Kesan : Partus tak maju  dan gawat janin, Sikap :  Seksio Cesaria Cito
  •  2 Jam kemudian : Operasi dimulai,Saat insisi keluar darah kehitaman,Lahir bayi wanita 4100 gr, NA 1 dan 4,Pasca operasi pasien terus memburuk,20 Menit kemudian pasca operasi pasien meninggal

Tim dokter :  dr. Dewa Ayu Sasiary, SpOG,
                  dr. Hendy Siagian, SpOG
                  dr. Hendry Simanjuntak, SpOG
                  oleh JPU dituntut hukuman selama 10 (sepuluh) bulan penjara

Putusan Pengadilan Negeri Manado
No. 90/PID.B/2011/PNMDO menyatakan  : 

Ketiga terdakwa (3 dokter) bebas dari semua dakwaan (vriysprak)
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung
Putusan Mahkamah Agung no. 365/ K/Pid/ 2012 mengabulkan permohonan kasasi JPU.
PB POGI mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung menyatakan keberatan atas keputusan kasasi tersebut berdasarkan :
  1. Yang bersangkutan dinyatakan bebas murni oleh Pengadilan negeri Manado
  2. Hasil analisis oleh MKEK Manado dinyatakan bahwa tidak ada kesalahan prosedur.
  3. Saksi Ahli menyatakan Seksio Sesaria telah dilakukan sesuai dengan standard yang berlaku.
  4. Yang terpenting hasil otopsi menyatakan bahwa  pasien meninggal karena Emboli udara. Yang sangat jarang, tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dicegah.
Jawaban Mahkamah Agung no.  491/PAN/HK.01/IV/2013 tanggal 14 April 2013 menyatakan agar yang bersangkut an mengajukan upaya hukum selanjutnya, yaitu Peninjauan Kembali (PK).
PB POGI no. 015/KU/VIII/13 tanggal 31 Juli 2013 juga mengajukan surat kepada Kejagung RI untuk Permohonan Penangguhan Penahanan.

Adapun Press Realese sbb :
  1. Menyatakan adanya penangkapan dokter spesialis kebidanan (dr. A, SpOG) di balikpapan oleh Satgas Kejagung di RS Permata Hati, di Jl. Imam Bonjol No. 1 Balikpapan Kaltim, Jum’at jam 11:00.
  2. PB POGI dan anggota POGI akan tetap mematuhi aturan  hukum yang berlaku.
  3. PB POGI saat ini sedang berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait, untuk melakukan pendampingan terhadap anggotanya (dr. A, SpOG) untuk tidak tergiring pada opini yang salah pada pihak – pihak yang mempunyai kepentingan langsung maupun tidak langsung.
  4. PB POGI tetap berupaya melalui jalur hukum untuk melakukan pembelaan terhadap anggotanya, dengan menjunjung tinggi nilai- nilai kebenaran dan hukum yang berlaku.
PB POGI / POGI Cabang Manado bersama PB IDi telah melakukan upaya-upaya yang diperlukan dalam penyelesaian kasusu ini.
Marilah kita sama-sama berdoa agar permasalahan yang menimpa sejawat kita ini dapat segera diselesaikan. dan sejawat kita bisa kembali berkumpul dengan keluarganya.
Selain itu marilah kita semua berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik sebagai salah satu cita-cita luhur dari profesi kita ini.


Salam Sejahtera.
Ketua PB POGI

dr. Nurdadi Saleh, SpOG

Sabtu, 16 November 2013

Dr.Prabowo.PB: Battlefield Advanced Trauma Life Support

Dr.Prabowo.PB: Battlefield Advanced Trauma Life Support: History of Battlefield Advanced Trauma Life Support Following the attendance on one of the American courses by the late Brigadier Ian...

Battlefield Advanced Trauma Life Support



History of Battlefield Advanced Trauma Life Support
Following the attendance on one of the American courses by the late Brigadier Ian Haywood, a former Professor of Military Surgery, the need was identified for a similar course modified for military requirements. The Department of Military Surgery at the Royal Army Medical College [now the Royal Defence Medical College (RDMC)] and the Army Medical Services Training Group [now the Defence Medical Services Training Centre (DMSTC)] were tasked with devising a course for the British Army.

Although the Battlefield Advanced Trauma Life Support (BATLS) Course is about training doctors for war, there is nothing new in this. Medical officers in former times had to deal with the injuries of the day - contusions, lacerations, penetrating wounds and broken bones - and under the primitive conditions prevailing at the time.

The Modern Era
Today’s medical services still have to deal with similar wounds, but they also have to contend with injuries produced by modern weapons - including not only gunshot wounds, but more importantly,multiple injuries produced by fragments with relatively high velocities and capable of
J R Army Med Corps 2000; 146: 110-114

BATLS Battlefield Advanced Trauma Life Support (BATLS)

Fragments and bullets
Bombs, shells, grenades and other explosive devices, cause death and injury due to victims being hit by primary and secondary fragments and due to the effects of blast. In older weapons, primary fragments were derived from the weapon casing and, as such, had wide variation in size, shape and weight. These weapons produced Random fragmentation and producing high energy-transfer wounds. They also have the problems of the effects of blast and the horrors of extensive burns.

Modern fragmentation amunitions are designed to deliver many hundreds of preformed fragments of different types. These fragments are much more uniform in size, shape and weight. Examples include, the pre-notched wire in a hand grenade, flechets in bomblets and etched plates in shells and mortar bombs. These weapons are referred to as improved (pre-formed) fragmentation devices Improved fragmentation devices are designed not to increase lethality but, to increase the likelihood of a hit. In fact, the lethality has fallen. The concept of the use of these weapons is a simple one: increase the likelihood of a hit, generate more enemy casualties and choke his logistic evacuation chain. The same concept also applies when these weapons are used by the enemy against friendly forces!

Table 1-1 Lethality of penetrating missiles
Type Lethality
Random fragmentation 1 in 5 (Shell)
devices 1 in 10 (Grenade)
Improved (Pre-formed) 1 in 7 (Shell)
Fragmentation devices 1 in 20 (Grenade)
Military bullet 1 in 3

Early rifle bullets depended on their mass and shape in order to produce injury, velocity was less important. For modern rifle and machine gun bullets, mass has fallen considerably but velocity risen dramatically. Given that the energy of a missile is derived from the formula 1/2JMV2 [M = mass, V =
velocity], this means the available energy in a modern military bullet has risen several fold.

Dr.Prabowo.PB: TRAUMA CAPITIS

Dr.Prabowo.PB: TRAUMA CAPITIS: TINJAUAN TEORI A.   Definisi Cedera Kepala Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala hingga tengkorak (Cranium da...

Selasa, 12 November 2013

TRAUMA CAPITIS

TRAUMA CAPITIS: TINJAUAN TEORI A.   Definisi Cedera Kepala Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala hingga tengkorak (Cranium da...

TRAUMA CAPITIS



TINJAUAN TEORI

A.  Definisi Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan cedera yang mengenai kulit kepala hingga tengkorak (Cranium dan bagian bawah). Namun penggunaan istilah cedera kepala (head injury) ini biasanya berkaitan dengan cedera yang mengenai tengkorak atau otak atau keduanya (Hickey, 2003). Defenisi lain menurut nasional institude of neurological disorder and strok, cedera kepala atau yang sinonim dengan brain injuri/head injuri/traumatic brain injuri, adalah cedera yang mengenai kepala atau otak (atau keduanya) yang terjadi ketika trauma mendadak menyebabkan kerusakan pada otak.

Anatomi dan Fisiologi Kepala
1. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.
2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
3. Meningen
    Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
a.      Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
b.     Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
c.     Piamater
Piamater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
4. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 1,4 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebelum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.
5. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.
6. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis
B. Etiologi
Penyebab cedera kepala dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1.  Trauma oleh benda tajam
Seperti luka karena peluru, benda tajam menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal.
2.  Trauma oleh benda tumpul
Menyebabkan cedera menyeluruh (difus) kerusakan terjadi ketika kekuatan diteruskan ke subtansi otak, dimana energi diserap oleh lapisan pelindung yaitu rambut, kulit kepala dan tengkorak, sehingga menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan kejaringan otak.
C.  Tipe dan Tingkatan Cedera Kepala
1. Cedera kepala ringan :
-          Klien bangun dan mungkin bisa berorientasi
-          GCS (13-15)
-          Kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit
-          Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hamatom
2. Cedera kepala sedang
-  Klien mungkin konfusi/samnolen, namun tetap mampu untuk mengikuti perintah        sederhana
-   GCS (9-12)
-   Hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
-   Dapat disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan
3. Cedera kepala berat
-   Klien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena gangguan kesadaran
-   GCS (3-8)
-   Kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam
-   Mengalami kontusio serebral, laserasi, hematoma intrakranial.

D. Patofisiologi Cedera kepala
Kerusakan otak dapat diakibatkan cedera primer atau cedera sekunder pada kepala. Pada cedera primer kerusakan otak akibat trauma itu sendiri, sedangkan pada cedera sekunder kerusakan pada otak merupakan akibat dari pembengkakan (swelling), perdarahan (hematom), infeksi, hipoksia cerebral, atau iskemia yang terjadi setelah cedera primer. Cedera sekunder dapat terjadi dalam waktu yang cepat, dalam hitungan jam dari terjadinya cedera primer (Lemote & Burke, 2000). Selanjutnya dalam uraian patofisiologi ini akan dideskripsikan beberapa hal meliputi terjadinya penurunan oksigen dan glukosa kedalam otak, perubahan PH didalam otak dan gangguan elektrolit didalam otak.

1.   Penurunan oksigen dan glukosa otak
Neuron membutuhkan suplai nutrien dalam bentuk glukosa dan oksigen secara konstan dan sangat rentan terhadap cedera metabolik apabila suplai nutrien tersebut terhenti. Jika suplai ini terganggu, maka sirkulasi serebral dapat kehilangan kemampuannya untuk meregulasi ketersediaan volume darah dalam sirkulasi, dan menyebabkan terjadinya iskemia pada area tertentu didalam otak (Lemone & Burke, 2000). Hal serupa juga dikatakan price and wilson (2006) bahwa otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah konstan. Metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinyu, tanpa ada masa istirahat. Bila aliran darah terhenti selam 10 menit saja, maka kesadaran mungkin akan hilang dan penghentian dalam bebrapa menit saja dapat menimbulkan kerusakan irreversibel. Hipoglikemi yang berkepanjangan juga dapat merusak jaringan otak. 
Sementara itu iskemia dan hipoksia adalah dua mekanisme yang dapat menyebabkan kerusakan irreversibel pada otak. Iskemia menunjukkan adanya penurunan pada aliran darah otak. Penurunannya dapat fokal atau global atau bisa bersifat komplit dan inkomplit. Iskemia global melibatkan semua jaringan otak sedangkan iskemia fokal hanya melibatkan sebagian dari jaringan otak. Baik pada iskemia global maupun fokal perfusi dapat hilang secara komplit. Iskemia global yaitu terhentinya sirkulasi secara total, sedangkan yang komplit berada dalam rentangan antara perfusi yang menurun dan berhentinya sirkulasi secara total. Tanda-tanda patologis dari penurunan aliran darah otak dapat dideteksi apabila aliran menurun dibawah 25-30 ml/min/100 gr jaringan otak, namun demikian kompensasi biasanya terjadi. Apabila aliran darah turun dibawah level tersebut maka ambang iskemia yang pasti bervarisi diantara pasien dan tergantung pada banyak faktor (seperti : riwayat trauma sebelumnya, usia, dan medikasi). Berbeda dengan iskemia (penurunan aliran darah otak), hipoksia menunjukkan adanya penurunan pengiriman oksigen. Pengiriman oksigen dapat menurun akibat berbagai sebab seperti hipoksi anamic, penuran kardiak output (hipoksia dan iskemia), dan keracunan karbon monoksida (hipoksia anoksic). Secara klinik hipoksia dan iskemia lebih sering terjadi bersamaan. Jika terjadi kegagalan aliran darah ke otak akan mengakibatkn kecukupan oksigen untuk otak berkurang sehingga terjadi vasodilatasi melalui mekanisme autoregulasi, meskipun aliran darah berubah sedikit saja sampai tekanan PaO2 menurun sampai 50 mmHg. Sel yang hipoksia akan menghasilkan asam laktat, hal ini menyebabkan peningkatan aliran darah otak. Mekanisme asam laktat ini lebih rendah dari pada mekanisme regulasi CO2 dan H+ dalam peningkatan aliran darah otak.
2.  Perubahan pH didalam otak
Respon terutama axon terhadap cedera adalah gagal dalam melakukan glikolisis aerobic, memproduksi phosfokretin, mengaktivasi fungsi seluler energi tinggi, dan memproduksi ATP. Kegagalan glokolisis aerobic meningkatkan produksi asam laktat dan menurunkan PH intrasell mengakibatkan asidosis seluler.
3.  Gangguan elektrolit diotak
Dengan kegagalan produksi ATP, pompa sodium potasium tidak mampu lama mempertahankan / memelihara keseimbangan homeostatik ion-ion intrasel (konsentrasi kalium di intrasel dan natrium dieksrasel tinggi). Akibatnya adalah kalium ekstrasel meningkat, karena kalium diintrasel keluar ke ekstrasel sehingga terjadi edema (Hickey, 2003). Hilangnya homeostasis kalsium ini dapat menghambat metabolisme sel. Lebih lanjut keadaan ini menyebabkan meningkatnya pemecahan protein dan ipid, meningkatkan pemecahan membran sel dari hidrolisis phofolipid dan produksi toksin (berupa eicosanoid, pletelit aktivating faktor, dan radika bebas). Secara bersamaan setelah trauma terjadi pula kegagalan energi seluler yang berat menyebabkan peningkatan mencolok kadar extraselluler exitatory neurotransmiter (EEN) seperti asam amino eksitatori (exitatori amino acid/EAA) yaitu glutamat, aspartat dan acetilkolin amine. Komponen EEA ini diyakini mencederai, mengurangi energi dan mendepolarisasi sel-sel neural.
4.  Proses inflamasi yang terjadi di otak
Ruang intrakranial adalah ruang kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan yaitu otak (1400 gr), cairan serebrospinal (lebih kurang 75 ml) dan darah ( 75 ml). Peningkatan volume salah satu diantara ketiga unsur ini mengakibatkan desakan pada ruangan yang ditempati oleh unsur lainnya dan meningkatkan tekanan intrakranial. Peningkatan TIK tidak hanya dijumpai setelah cedera kepala saja, tetapi mempunyai penyebab lainnya. Ada mekanisme kompensasi yang bekerja bila satu dari 3 elemen intrakranial membesar melampui proporsi normal. Proses ini sangat penting untuk mempertahankan TIK  normal yang juga berarti mempertahankan integritas otak. Perubahan konpensatoris meliputi pengalihan cairan serebrospnal kerongga spinal, peningkatan aliran vena dari otak sedikit tekanan pada jaringan otak. Tumor, cedera otak, edema, obstruksi aliran cairan serebrospinal, semuanya berpartisipasi dalam peningkatan TIK. Mekanisme kompensasi mejadi tidak efektif bila menghadapi peningkatan TIK yang serius dan berlangsung lama.
 Edema otak merupakan penyebab yang lazim pada peningkatan TIK, selain itu penyebab lain adalah peningkatan Cairan ektrasel, hipoksia, ketidakseimbangan cairan elektrolit, iskemia cerebral dan meningitis. Iskemia yang timbal merangsang pusat vasomotor sehingga tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardi dan pernapasan menjadi lebih lambat. Mekanisme kompensasi ini dikenal sebagai refleks cushing, membantu mempertahankan aliran darah keotak. Akan tetapi menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu meningkatkan tekanan intrakranial. Jadi tekanan darah sistemik terus akan meningkat sebanding dengan peningkatan tekanan intrakranial. Walaupun pada akhirnya dicapai suatu titik ketika tahanan intrakranial melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak terhenti yang mengakibatkan kematian otak. Pada umumnya kejadian ini didahului oleh tekanan darah arteria yang cepat menurun (Price & wilson, 2006).
E.  Manifestasi Klinis
1.   Nyeri yang menetap atau setempat.
2.   Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3.  Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).
4.   Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5.   Penurunan kesadaran.
6.   Pusing / berkunang-kunang.
7.   Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8.   Peningkatan TIK
9.   Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
F.   Komplikasi
1. Kejang pasca trauma. 
Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %, terjadi di awal cedera 4-25% (dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor risikonya adalah trauma penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio serebri, GCS <10. 
2.   Demam dan mengigil : Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolism dan memperburuk “outcome”. Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi, efek sentral. Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muscular paralisis. Penanganan lain dengan cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid.
3.   Hidrosefalus:
Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non komunikan. Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera kepala dengan obstruksi, Hidrosefalus non komunikan terjadi sekunder akibat penyumbatan di sistem ventrikel. Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil udema, dimensia, ataksia, gangguan miksi. 

4.   Spastisitas :
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi pada UMN. Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan ditujukan pada : Pembatasan fungsi gerak, Nyeri, Pencegahan kontraktur, Bantuan dalam posisioning.Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan ROM, terapi sekunder dengan splinting, casting, farmakologi: dantrolen, baklofen, tizanidin, botulinum, benzodiasepin 

5.   Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral. Penanganan farmakologi antara lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodisepin dan terapi modifikasi lingkungan. 

6.   Mood, tingkah laku dan kognitif 
Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik setelah cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons Ford,menunjukkan 2 tahun setelah cedera kepala masih terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk problem daya ingat pada 74 %, gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi 62%. 
7.   Sindroma post kontusio 
Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama: Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif terhadap suara dan cahaya, kognitif: perhatian, konsentrasi, memori, 

Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil.
G. Test Diagnostik
1. Foto tengkorak : mengetahui adanya fraktur tengkorak (simple, depresi, kommunit), fragman tulang.
2.  Foto servikal : mengetahui adanya fraktur sevikal
3. CT. Scan : kemungkinan adanya subdural hematom, intraserebral hamtom, keadaan ventrikel
4.  MRI : CT Scan
5.  EEG
6.  lumbal puncti
7.  Pemeriksaan darah : Hb, Ht, trombosit, elektrolit

Manajemen keperawatan
1.  Monitor respirasi:  posisi, intubasi, bebaskan jalan napas,section, monitor keadaan ventilasi, pemeriksaan AGD, berikan oksigen jika perlu
2. Monitor status intracranial: respon, dan orientasi, TTV, pupil, fungsi motorik sensorik, observasi status neurologik.
3.  Atasi shok bila ada
4.  Keseimbangan cairan dan elektrolit

H. Penatalaksanaan Medis
1.   Diuretik : untuk mengurangi edema serebral misalnya monitol 20%, furosemid, lasix
2.   Antikonvulsan : untuk menghentikan kejang, misalnya dengan dilantin, tegretol, valium
3.   Kortikosteroid : untuk menghambat penghentian edema, ex: deksametason
4.  Antagonis histamine : mencegah terjadinya iritasi lambung karena hipersekresi akibat      efek trauma kepala, ex: ranitidine, cemetidin
5.   Antibiotic jika terjadi luka yang besar.

Prinsip Penatalaksanaan Pasien Cedera Kepala di IGD
Pertolongan pertama dari penderita dengan cedera kepala meliputi, anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan. Pemeriksaan fisik meliputi Airway, Breathing, Circulation, Disability, expsoure.
1. Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring, buka mulut, bersihkan muntahan darah, adanya benda asing. Perhatikan tulang leher, immobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi ataupun rotasi, Semua penderita cedera kepala yang tidak sadar harus dianggap disertai cidera vertebrae cervikal sampai terbukti tidak disertai cedera cervical, maka perlu dipasang collar barce. Jika sudah stabil tentukan saturasi oksigen, minimal saturasinya diatas 90 %, jika tidak, usahakan untuk dilakukan intubasi dan support pernafasan.
2.  Setelah jalan nafas bebas, sedapat mungkin pernafasannya (Breathing) diperhatikan frekwensinya normal antara 16 – 18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO2 antara 28 – 35 mmHg karena jika  lebih dari 35 mm Hg akan terjadi vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri. Sedangkan jika kurang dari 20 mm Hg akan menyebabkan vasokonstriksi yang berakibat terjadinya iskemia. Periksa tekanan oksigen (O2) 100 mm Hg, jika kurang beri oksigen masker 8 liter /menit.
3.  Pada pemeriksaan sistem sirkulasi, periksa denyut nadi/jantung, jika (tidak ada) lakukan resusitasi jantung,  Bila shock (tensi < 90 mm Hg nadi >100x  per menit dengan infus cairan RL, cari sumber perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang dewasa hampir tidak pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala meningkatkan angka kematian 2x.
4.  Pada pemeriksaan disability/ kelainan kesadaran, pemeriksaan kesadaran memakai glasgow coma scale,  Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya langsung maupun tidak langsung, Periksa adanya hemiparese/plegi, Periksa adanya reflek patologis kanan kiri, Jika penderita sadar baik, tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya aphasia.
5.  Pada pemeriksan exposure, perhatikan bagian tubuh yang terluka, apakan ada jejas atau lebam pada tubuh akibat benturan.
6. Setelah fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara melakukan sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorax, foto pelvis, CT Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan seksama) (ATLS , 1997).

Efek yang terjadi jika pasien cedera kepala tidak ditangani dengan baik di IGD
Pasien yang mengalami cedera kepala, cenderung mengalami masalah yang komplit karena akan terjadi masalah pada otak dan saraf. Penyebab kematian atau kecacatan yang dapat terjadi apabila pasien cedera kepala tidak mendapatkan pertolongan yang benar pada saat kegawat daruratan yaitu :
1. Keterlambatan dalam penanganan jalan nafas dan pernafasan yang disebabkan oleh obstruksi benda asing, perdarahan, sekret dan muntah.
2.  Keterlambatan resusitasi primer terhadap hipoksia, hipercarbia dan hipotensi yang disebabkan oleh perdarahan.
3.  Infeksi kranioserebral. Cedera ganda memiliki masalah kompleks dan menyebabkan kematian dua kali cedera tunggal. Kelainan neurologis menunjukkan disfungsi otak berat. Pasien diatas 50 tahun bisa mengalami komplikasi intrakranial akibat cedera minor.

 Masalah yang timbul di IGD terkait cedera kepala

Asuhan Keperawatan

Pengkajian
Riwayat kesehatan:
-          Kapan cedera terjadi
-          Apa penyebab: objek yang membentur kepala atau kepala yang membentur objek
-          Dari mana arah dan kekuatan benturan
-          Apakah disertai kehilangan kesadaran, berapa lama, dapatkan klien dibangunkan
-          Apakah disertai muntah/mual dan sakit kepala.
     Pengkajian responsivitas dan kesadaran
-          Menggunakan GCS
     Pemantauan Tekanan Intra Cranial
-          Digunakan untuk mengkaji status intracranial
-          Kompresi intracranial: nadi dan pernapasan cepat, TD turun
-          Hipertermi menggambarkan kerusakan batang otak
-          Takikardi dan hipotensi indikasi adanya perdarahan internal
     Pengkajian pola pernapasan
-   Batang otak mengatur automatisasi, frekuensi dan irama pernapasan dan hemisfer serebral 
    mengatur control otot volunter pernapasan.
-   Pusat pernapasan mengalami cedera akibat trauma langsung, hipoksia atau interupsi aliran darah
-   Menimbulkan hipoventilasi, napas dangkal bahkan bias gagal napas: apnea
-   Pola napas cheynes stokes terjadi akibat hilangnya control hemisfer serebral
     Pengkajian fungsi motorik
-   Kaji koordinasi dan kekuatan otot
-   Gerakan spontan
-   Kemampuan menelan
-   Kemampuan komunikasi dan kualitas bicara
-   Membuka mata secara spontan
-   Ukuran serta kualitas pupil serta reaksi terhadap cahaya: respon yang buruk indikasi peningkatan 
    TIK
       -   Eliminasi, urin, defekasi
Pengkajian deficit neurologist dan psikologis
         Apakah ada paralysis saraf fokal, misalnya: anomia (tidak dapat menghidu), gerakan mata  abnormal. 
A             Apakah ada defisit neurologist, seperti: afasia, disatria, efek memori, kejang 
P            Penurunan psikologis: hilang rasa mallu, emosi labil, melawan, agresif, perilaku tidak sesuai, penurunan          kognitif.  
          Pengkajian status cairan
-          Ukur intake dan output cairan, perbahan berat badan
-          Elastisitas kulit dan membran mukosa
-          Cegah dehidrasi dan kelebihan volume cairan
-          Jika mendapat terapi diuresis: resiko dehidrasi

Diagnosa keperawatan
Tidak efektifnya pola napas: b/d kerusakan neuromuscular, control mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru,Gangguan perfusi jaringan serebral b/d kerusakan aliran darah otak sekunde edema serebri, hematom, Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d trauma kepala
Resiko tinggi infeksi b/d jaringan trauma, kulit rusak.

 
DAFTAR PUSTAKA 
Budi, R. (2005). Profil penderita cedera kepala di unit gawat  darurat (ugd) sebuah rumah sakit di  jakarta, januari - juni 2005. Diperoleh tanggal 29 September 2010 dari http://asic.lib.unair.ac.id/journals/abstrak/DAMIANUS%205%202%202006%20%3B%20Budi%20%3B%20Profil%202.pdf 
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien edisi 3. Jakarta: EGC.
Hickey, J.V. (2003). The practise of neurological and neurosurgical nursing. Philadelphia: Lippincott.
          Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis volume 2. Jakarta: EGC.
Irwana, O. (2009). Cedera Kepala. Diperoleh tanggal 29 September 2010 dari http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/05/cedera_kepala_files_of_drsmed_fkur.pdf
Lemone, P.,& Burke, K. (2000). Medical-surgical nursing: Critical thinking in client       care. (4th ed.). Upper Saddle River , NJ : Prentice Hall.
         Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapies. FKUI
Price, S. A & Wilson. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Vol. 2 Ed. 6. Jakarta: EGC.
          Robert, P. (1996). Pengkajian fisik keperawatan. Jakarta: EGC.
Sakti, R. W. (2009). Hubungan antara derajat cedera kepala berdasarkan glasgow coma scale (gcs) dengan keluhan  nyeri kepala  pasca trauma pada pasien cedera kepala di rumah sakit pku muhammadiyah karanganyar. Diperoleh tanggal 29 September 2010 dari http://etd.eprints.ums.ac.id/6353/2/J500050027.pdf